cerita mbun

Tanda Orang Tua Bersikap Strict Parents. Bagaimana Seharusnya?

Posting Komentar
Orang tua otoriter pada anak
Sumber: GNFI

Mengasuh anak bukan hal yang mudah. Menginginkan menjadi ibu peri bagi anak, tapi tanpa sadar yang tejadi malah jadi ibu macan alias ibu yang garang. Menjadi bermacam versi karakter orang tua bisa disebabkan karena memang kepribadian atau pola asuh orang tua dulu yang juga kita terapkan pada anak.

Setiap orang tua menginginkan yang terbaik bagi anaknya dan sangat menyayanginya. Obsesi yang tinggi justru malah membuat orang tua menjadi strict parents. Berharap anak akan menjadi baik dengan totalitas mematuhi perintah kita dengan memberikan aturan yang ketat pada anak tanpa memperhatikan perasaannya. 

Apa Itu Strict Parents?

Strict Parents merupakan pola asuh orang tua yang sangat ketat. Orang tua yang otoriter mengatur setiap perilaku anak harus sesuai dengan standar aturan yang dibuat oleh orang tua. Jika anak tidak mematuhi aturan tersebut maka anak akan di hukum.

Mengasuh anak perlu hati-hati sekali, karena tanpa sadar kita bisa menjadi orang tua yang strict parents karena sering menghukum anak. Setelah aku pelajari lebih banyak ilmu parenting, aku semakin merenung dan berpikir apa selama ini aku termasuk strict parents atau toxic parenting ya?

Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk merinding. Aku tidak mau itu terjadi makanya aku selalu belajar ilmu parenting agar setiap pola asuh yang aku berikan penuh dengan kesadaran. Mengevaluasi setiap perilaku dan ucapan yang pernah aku lakukan pada anak  

Apakah Bunda merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan? Takut tidak sadar telah menjadi orang tua yang otoriter dan membuat anak tidak nyaman? Yuk kenali tanda-tandanya yang semoga tidak ada pada pola asuh Bunda dan kita bisa segera mengevaluasinya. 

Tanda Orang Tua Tega pada Anak

Dilansir dari unggahan @yamaibrahim.id di Instagram yang merupakan seorang Senior Book Advisor yang juga merupakan penggiat literasi bayi dan balita.

Unggahan dengan judul 6 Tanda Orang Tua Tega pada Anak itu cukup membuat aku sadar betapa pentingnya peran orang tua bagi perjalanan tumbuh kembang anak dan membentuk pola pikirnya. 

1. Kita Boleh Marah, Tapi Mereka Tidak

Setiap hari marah-marah penuh larangan dan intruksi. Merasa kita sebagai orang tua paling tahu segalanya dan mengerti banyak hal. Sehingga menganggap anak tidak tahu apa-apa jadi harus selalu baik sesuai keinginan kita.

Padahal kita saja yang dewasa masih belajar untuk menahan marah dan mengelola emosi, bagaimana mungkin anak juga bisa selalu bersikap baik saat akalnya saja belum sempurna?

Bunda, kita saja sebagai orang dewasa mungkin pernah marah sampai meledak-ledak, sementara menyuruh anak selalu bersikap manis. Ahh sudahlah, harusnya kita yang berikan contoh bukan hanya menyuruh anak berperilaku baik apalagi sampai marah pada anak.

2. Kita Boleh Meninggikan Suara, Tapi Mereka Tidak

Usia anak yang masih ekspresif selalu ditandai dengan suara yang teriak-teriak atau mungkin mereka yang meniru orang tuanya yang suka bicara dengan nada tinggi.

Kita sering menyuruh mereka diam tapi dengan nada yang tak kalah tingginya agar kita di dengar. Bukan mendengar yang ada anak malah semakin berteriak kencang.

Astaghfirullah, ternyata aku juga pernah bicara dengan suara tinggi sama anak hanya karena anak tidak mau meminum susu yang telah aku buatkan padahal dia yang meminta. Setelah aku lakukan evalusi, penyebabnya karena aku dalam keadaan lelah.

Setiap apa yang terjadi aku selalu evaluasi dan tidak mengulanginya lagi. Memang kenapa kalau anak tidak mau minum susu? Kenapa harus memaksa menghabiskannya? Kalau tidak mau kenapa tidak dibuang saja? Apa dengan membuang susu satu gelas kecil kita jadi rugi besar? Tentu tidak kan? 

Aku jadi lebih bisa santai ketika anak meminta susu tapi tidak di minum sambil terus memberikan penjelasan kepada anak kalau mau susu ya harus di minum agar tidak mubazir. Meskipun ya anak 3 tahun juga belum tahu apa yang diinginkannya. 

3. Kita Boleh Memberi “Pelajaran” dengan Cubitan, Sentilan, Pukulan, tapi Mereka Tidak

Agar anak-anak mengerti maunya orang tua kerapkali cubitan datang menghampiri pinggang mulusnya anak. Melihat orang tua yang suka menyubit atau memukul sama saja memberi contoh pada anak kalau berbuat kasar itu tidak apa-apa.

Bukan tidak mungkin mereka akan melakukan hal yang sama pada adik atau kakaknya. Bagaimana anak jadi menghormati orang tuanya kalau sikap orang tua saja tidak menghormati anak?

Alhamdulillah aku belum pernah sampai mencubit anak, tapi di sekelilingku aku banyak melihat fenomena tersebut. Miris sekali memang namun aku juga tidak bisa banyak membantu. Semoga kita selalu diberi kesabaran yang luas dalam mendidik anak.

4. Kita Boleh Mood Swing Kapan Saja, Tapi Mereka Tidak

Susah sekali memang mengelola mood swing ini, tapi bukan berarti tidak bisa. Capek kerja atau domestik anak yang jadi sasaran kemarahan orang tua. Lagi sebel sama suami, anak juga yang jadi sasarannya.

Padahal anak juga punya battle field dengan dunianya mereka. Apakah kita juga sudah memvalidasi emosi anak?

Jika aku sedang banyak pekerjaan begini, dari awal aku fokus pada anak dan berusaha menjaga perasaannya. Aku akan bilang, “Mbun cape banget sayang habis beresin rumah.” Kalau udah bilang begitu sama anak jadinya lebih tenang dan bisa mengontrol mood swing yang bisa datang secara tiba-tiba.

Begitu juga ketika aku sedang ada perdebatan dengan suami, aku tetap bersikap biasa pada anak. Bukan anak yang salah, aku tidak perlu marah-marah sama anak. Menanamkan mind set seperti itu jadi pengerem emosi kita yang muncul tiba-tiba dan rasanya pengen marah.

5. Kita Boleh Tidak Menghabiskan Makanan, Tapi Mereka Tidak

Hak makan dan menghabiskan makanan juga menjadi hak anak bukan hanya hak orang tua saja. Mengapa orang tua boleh memilih untuk memakan makanan yang mereka inginkan sementara anak tidak boleh? Kenapa kita boleh menyisakan makanan jika sudah kenyang tapi anak tidak boleh?

Secara tidak sadar kita sudah bersikap strict parents yang memaksa anak sesuai kehendak kita. Aku juga tidak suka kalau Aqlan makan sambil nonton, padahal aku sendiri makan sambil nonton drama korea tentang depresi seorang ibu. Semenjak sadar akan hal ini aku sudah tidak makan sambil nonton lagi. Menikmati proses mindfull biar semakin menikmati makanannya.

6. Kita Boleh Tidak Berilmu Agama, Tapi Mereka Tidak

Orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah berbasis agama tanpa melakukan perbaikan pada dirinya dan menjadi contoh bagi anak. Akhirnya hapalan ilmu agama hanya sampai di kepala tidak dengan perilaku mereka apalagi jiwanya.

Orang tua hanya giat bekerja untuk bisa membayar biaya sekolah tapi tidak turut serta belajar agama dengan anak apalagi membimbingnya. Proses belajar anak sangat bergantung dengan peran orang tua. 

Kesimpulan

Mendidik anak perlu keluasan hati yang lapang. Bersikap otoriter pada anak hanya akan membuatnya semakin tidak mendengarkan kita. 

Merasakan bagaimana perasaan anak dan turut serta ada di posisi anak membuat anak merasa dihargai dan disayangi orang tua. Semangat terus membersamai anak kita ya Ayah Bunda. 

Related Posts

Posting Komentar