cerita mbun

Marah pada Anak 2 Tahun. Bolehkah?

Penyebab Ibu marah pada anak 2 tahun


Memasuk usia anak 2 tahun adalah fase dimana anak mulai mengenal berbagai macam emosi. Masa yang disebut teribble two ini benar-benar menguji kesabaran. Pasalnya, banyak hal yang anak inginkan, namun tidak semua keinginannya bisa terpenuhi.

Tingkah lakunya yang ingin mencoba banyak hal seringkali membuat kesabaran yang setipis tisu ini menjadi emosi. Ketika anak melakukan kesalahan atau membuat hal kita marah kita harus bisa lebih sabar lagi meski tidak mudah. Apa aja sih biasanya yang bikin Ibu marah sama anak?

Penyebab Ibu Menjadi Marah Sama Anak


Marah merupakan reaksi alami ketika kita mengalami sesuatu yang tidak kita inginkan. Memvalidasi bahwa kita sedang marah itu gapapa, justru gapapa kita marah agar anak tahu kalau perbuatannya itu salah dan membahayakan. Namun, yang harus digarisbawahi adalah cara kita marah yang perlu kita perhatikan agar tidak berdampak pada perkembangannya.

1. Ibu Kelelahan Mengurus Rumah


Kalau udah lelah melakukan aktivitas seharian, biasanya gampang banget ke-trigger marah. Lelah bisa menjadikan emosi kita melonjak bahkan sampai berapi-api jika kita tidak membuat batasan marah. Kalau lelah, istirahat dulu ya, Bun.

2. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Diri


Kenali diri dulu kita lagi mau apa dan butuh apa. Jadi Ibu emang cape banget mengurus keluarga. Kalau tubuh kita merasa lelah dan sekedar ingin rebahan untuk recharge energi, coba ambil jeda dulu. 

Sampaikan kebutuhan kita kepada pasangan. Aku biasanya suka minta tolong suami untuk gantian jagain anak kalau aku udah cape banget dan pengen tidur. Meminta pertolongan itu gapapa kok, Bun. Gak harus sama pasangan kalau misalkan lagi gak ada, bisa sama saudara atau orang kepercayaan yang ada disekitar kita.

3. Anak Melakukan Hal yang Berbahaya


Anak masih 2 tahun senangnya mencoba hal yang baru tapi kadang berbahaya dan cukup membuat kaget. Kalau udah kaget, refleks marah karena aku takut Aqlan kenapa-kenapa.

Aqlan senang main pasir diangkut ke mobilan truk miliknya di halaman. Awalnya sih gapapa ya, sebagai sensory play dengan kearifan lokal, hehe. Bagus juga untuk perkembangan motoriknya. Namun, kalau berjam-jam kelamaan main pasir kesal juga. 

Apalagi habis mandi masih pengen main pasir lagi. Cukup menguras emosi dan rasanya pengen marah aja. Belum lagi kalau manjat ke atas pager atau naik-naik ke kursi. Banyakin ngelus dada.

4. Ibu Stress atau Jenuh


Saat kondisi ini terus tiba anak-anak merengek gak tau maunya apa, haduh siap-siap meledak ya ini. Anak tantrum, Ibu jadi ikutan tantrum, hehe.

5. Melampiaskan Kemarahan pada Anak

Ketika sedang bertengkar dengan pasangan atau hal lain yang membuat kita marah, anak jadi pelampiasan kemarahan Ibu. Duh, jangan ya. Kalau ini sih aku ga pernah karena anak sama sekali gak salah dan anak tidak berhak menerima pelampiasan amarah kita. 

Dari sini kita belajar bersikap dewasa. Jangan sampai anak jadi korban masalah kita sebagai orang dewasa. 

Cara Memarahi Anak 2 Tahun yang Benar


Ibu yang sering marah bisa membawa dampak yang buruk bagi anak. kalau anak dimarahi justru malah lebih agresif loh. Aku suka perhatikan orang  tua yang suka marah-marah sama anaknya, bukannya menurut malah semakin menjadi. Anak juga jadi memiliki empati yang rendah.

Kalau kata suamiku, kita harus bisa masuk kedunianya anak. memarahinya justru tidak akan membuat kita di dengar. Marah boleh, tapi jangan sampai marah-marah gak jelas, meluapkan emosi kita sampai membentak apalagi memukul anak. Emang mau ketika sudah besar anak jadi gak mendengarkan orang tuanya? Gak mau kan kalau sampai akibatnya fatal? Makanya aku belajar untuk mengelola perasaan marah agar sesuai pada tempatnya.

1. Rileks

Berusaha rileks dan mengontrol emosi Bunda agar kemarahan tidak menjadi meledak-ledak sehingga tidak menyelesaikan masalah bahkan tidak mendidik anak. Tarik nafas yang panjang dan coba hembuskan pelan-pelan.

2. Tidak Berteriak

Memarahi anak tidak dengan berteriak dan berkata kasar. Kita gak suka dan melarang anak jika berteriak. Maka, kita pun sama tidak harus marah dengan berteriak. Berteriak bisa menurunkan rasa percaya diri anak. Anak juga dengar kok, gak usah teriak-teriak berisik, hehe.

3. Perspektif tentang Marah

Kita bisa melatih diri kita untuk lebih mengenali apa yang membuat kita marah. Apakah hal kecil atau besar. Apakah perlu marah atau tidak. Jika anak menumpahkan susunya apakah kita perlu marah? Kalau marah, tanamkan dalam diri kalau kita bisa mengontrolnya.

Kalaupun harus marah, kita marah sama hal yang dilakukan anak bukan sama anaknya. Jadi gak perlu meledak-ledak sama hal yang masih bisa kita kontrol. Ini work banget di aku, jadi lebih bersikap bodo amat dan fokus ke anak aja. Gak mau kan gara-gara hal kecil dampaknya jadi ke psikis anak hingga dewasa?

4. Hindari Memukul Anak

Dilansir dari Ibupedia, bahwa 85% orang dewasa pernah dipukul atau ditampar oleh orang tuanya. Penelitian membuktikan kalau memukul atau memberikan hukuman fisik pada anak maka akan memberikan dampak negatif pada perkembangannya sepanjang hidupnya.

Kalau Bunda mau memukul anak, ingat lagi masa-masa indah saat pertama kali melihat anak. Senyum mungilnya itu bikin kita bahagia kan? Masih tega mau memukul anak? 
Jangan pernah menganggap anak tidak mengerti apa-apa karena masih 2 tahun. Justru usia 2 tahun ini masa golden age anak yang harus dioptimalkan perkembangan otaknya.

5. Membuat Jurnal

Membuat jurnal bisa membuat kita meluapkan amarah ke dalam tulisan dan ini membantu banget buatku. Kita bisa jadi menilai mana saja yang membuat kita marah dan hal yang harus kita perbaiki. Dengan menulis jurnal juga kita bisa mengingat kesalahan dan membantu tidak mengulanginya lagi. Selamat mencoba ya!

Penutup

Tidak dipungkiri akupun pernah marah sama Aqlan. Habis itu menyesal dan minta maaf. Tapi, besoknya gitu lagi. Circle tersebut seperti diulang-ulang. Makanya sampai saat ini akupun masih belajar. Kita sama-sama belajar yuk Bun!

Sumber:

https://www.ibupedia.com/artikel/keluarga/cara-mengontrol-emosi-agar-tidak-mudah-marah-pada-anak

Related Posts

Posting Komentar