cerita mbun

Embrace Equity: Perempuan Berhak Berdaya dan Berkarya

6 komentar
Perempuan Berhak Berdaya dan Berkarya


Berbicara perempuan tidak akan ada habisnya, karena perempuan masih saja dipandang sebelah mata. Apalagi pilihan perempuan yang selalu dianggap kontroversi. Dengan adat istiadat yang melekat. Ditambah keluarga patriarki di Indonesia yang secara tidak langsung sudah menjadi turun temurun sulit untuk dipisahkan mana yang hak dan kewajiban.

Terkadang stereotip justru datang dari sesama perempuan alih-alih dari lawan jenis yang merasa superior. Sesama perempuan dengan mudahnya mematahkan semangat perempuan yang lain. Seharusnya kita sesama perempuan bisa saling menghargai dan mendukung pilihan masing-masing.

Sekarang sudah banyak perempuan yang sadar dan tahu keinginannya. Punya ambisi untuk mendapatkannya. Tapi, kenapa selalu dapat sindiran dari sekitar ya? Bahkan ikut menjatuhkan yang dilakukan oleh sesama perempuan.

Merangkul Kesetaraan dengan Sesama Perempuan


Begitu maraknya isu kesetaraan gender dengan keterbatasan sebagai perempuan melakukan banyak hal yang setara dengan laki-laki tanpa kita sadari bahkan yang mematahkan itu justru dari sesama perempuan. Sehingga banyak perempuan yang menjadi insecure terhadap dirinya sendiri.

Isu kesetaraan gender terus meruak ditengah-tengah gempuran dunia digital. Kesetaraan memang bukan berarti sama. Setara dalam KBBI berarti sejajar atau sama tinggi, sama tingkatnya, sebanding, sepadan dan juga seimbang.

Kesetaraan gender


Kesetaraan gender bukan sebuah ancaman atau peringatan bagi laki-laki. Karena Tidak ada followers maupun following. Kita hidup berdampingan, sejalan bersama. Bahkan dalam hidup berumah tangga sekalipun. Menjalani rumah tangga menjadi fleksibel dan tanpa ada beban karena kita bisa menyuarakan banyak hal dan merawat cinta tersebut. Open minded boleh, asal jangan lupakan syariat kita sebagai muslimah.

Sebagai perempuan kita bisa menjadi apa yang kita mau. Terlepas dari berbagai apapun pilihannya. Terkadang perempuan yang dengan sadar tahu cita-citanya, acapkali disepelekan dan dianggap percuma.

Perempuan Selalu Jadi Bahan Kritikan


Tak henti ketika belum menikah perempuan sering ditanyakan kapan menikah, punya anak, lulus dan pertanyaan kapan yang lainnya seolah tak pernah berhenti kehabisan ide bertanya bahkan dilakukan oleh perempuan. Sedangkan lelaki? Lelaki tidak pernah ditanya demikian. Justru semakin laki-laki mengalami proses itu “lebih lama” dibanding dengan perempuan maka dianggap lebih “matang”. Tidak pernah ada habisnya perempuan mengalami diskriminatif bahkan setelah ia menjadi Ibu.

Jika sesama perempuan sudah saling mendukung seharusnya tidak adalagi istilah working mom atau full time mom. Semua Ibu sama. Sama-sama mempunyai keinginan dan tujuannya. Begitu juga terhadap bayinya. Tidak ada istilah bayi ASI atau bayi Sufor (Susu Formula). Semua bayi berhak mendapatkan yang terbaik.

Cara perempuan melahirkan juga sering jadi permasalahan. Perempuan yang melahirkan berbeda dengan kebanyakan orang yang normal, yaitu dengan Operasi Sesar kerap kali jadi bahan gunjingan. Katanya, “enak ya melahirkan sesar gak sakit” atau “gak banyak olahraga sih, jadinya lahiran sesar”. Alih-alih memberikan solusi, justru perempuan yang sering disalahkan. Padahal baik normal maupun sesar nyawa ibu dipertaruhkan. Ibu berjuang agar bisa melihat bayinya dengan selamat. Hanya “caranya” saja yang berbeda.

Belum selesai disitu, pemberian susu ke bayi juga tak luput dari kritikan. ASI memang yang terbaik bagi bayi. Namun, tidak semua perempuan mendapatkan anugerah ASI yang berlimpah sehingga tidak bisa memberikan ASI secara maksimal. Toh, dari cara melahirkan dan menyusui, bukankah yang terpenting ibu dan bayi sehat? Jika psikisnya sehat, maka fisiknya juga akan sehat.

Ibu working mom dan full time mom pun tak lepas dari perhatian. Ibu yang bekerja dibilangnya egois tidak mempedulikan keluarga hanya mementingkan diri sendiri. Sedangkan, perempuan yang memilih di rumah dianggap sekolahnya sia-sia karena tidak melakukan pekerjaan di kantoran. Perempuan bisa berkarya dan berdaya dari mana saja atas pilihannya sendiri, bukan orang lain yang menentukan. Banyak yang bisa perempuan lakukan baik di rumah maupun di luar rumah.

Perempuan punya kedaulatan penuh atas pilihannya

Perempuan punya kedaulatan penuh atas pilihan dan tubuhnya. Masih banyak perempuan yang terkurung dengan dogma dan stereotip bahkan dari orang terdekat seperti keluarga dan tetangga.

Ini tidak bisa dibiarkan karena masyarakat perlu di edukasi bahwa perempuan berhak menjadi dirinya sendiri dan mencintai dirinya. Karena kita setara dan berhak mendapatkan keadilan dari sekitar.

Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan dalam Berumah Tangga


Isu kesteraan sering kali menjadi terkotakkan yang akhirnya membuat perempuan terlihat tak berdaya. Melahirkan statement “ya mau gimana lagi?”.

Generasi yang cerdas dibentuk dari keluarga yang bahagia. Keluarga bahagia bisa dihasilkan dari kerjasama suami istri yang baik. Itu artinya laki-laki dan perempuan punya perannya masing-masing tanpa merasa ada yang superior.

Suami memang kepala keluarga, tapi istri juga berhak bersuara menyampaikan pendapatnya. Dalam Islam laki-laki punya kewajiban memberikan nafkah, tapi perempuan juga berhak bekerja di luar rumah.

Keputusan memiliki anak, financial, pembagian tugas domestik itu perlu didiskusikan berdua. Keluarga yang harmonis membuktikan kalau kesetaraaan gender itu banyak manfaatnya bagi individu bukan malah terlihat mengancam atau initimidatif bagi salah satu lawan jenis.

Lemahnya Peraturan Perundang-undangan juga dalam implementasinya masih terasa diskriminatif dalam melindungi perempuan. Laki-laki dan perempuan sama-sama berpeluang dan berhak menggali potensinya serta mengasah skill untuk berkembang.

Financial di diskusikan bersama


Era digital menjadi tantangan sendiri bagi perempuan tapi juga banyak hal yang bisa dimanfaatkan. Perempuan bisa menghasilkan karya meski dari rumah. Menjadi berdaya dan semakin percaya diri.

Merangkul kesetaraan juga perlu bersikap adil. Adil disini bukan sama banyak tapi sesuai porsinya. Mengutip dari Susan K Gardner, Dean, College of Education, Oregon State University bahwa,

“Equality is giving everyone a shoe. Equity is giving everyone a shoe that fits.” 

Selamat Hari Perempuan Intenasional 2023. Semua perempuan berhak berdaya dan berkarya!

Related Posts

6 komentar

  1. Benar banget Bu Fida
    Sekarang banyak banget isu kesetaraan gender yang sebenarnya menjauhkan perempuan dari fitrah nya.
    Padahal di dalam Al-Qur'an sudah dijelaskan dan diatur bagaimana derajat dan persamaan antara wanita dan pria.

    BalasHapus
  2. Betul. Di tengah maraknya kesetaraan gender di mana para suami sekarang lebih rendah hati mau turun tangan ke urusan rumah, eh, yang mematahkan malah para wanita. Biasanya mereka masih berpikir ke jaman dulu.

    BalasHapus
  3. Bener banget nih. Yg menghakimi justru sesama perempuan. Bukannya memberi dukungan tp memberi cacian dan menjatuhkan.

    BalasHapus
  4. Wah, aku setuju sama opini di tulisan ini. Quote yang terakhir bagus dan bener bangett.. Yang paling susah emang kalo dijulidin keluarga sendiri, ya ampuun rasanya pengen tak tabok pake laptop itu mulutnya. Mboh diem, dukung dan doakan, apa susahnya. Repot amat ngurusin hidup orang :(

    Setuju banget, perempuan punya kedaulatan penuh atas dirinya...

    BalasHapus
  5. sepakat pakai banget, perempuan haris berdaya, memutuskan pendapat sendiri, tidak tergantung pada orang lain

    BalasHapus
  6. Salah satu yang bisa mengerti perempuan adalah perempuan itu sendiri. Sayangnya, womansupportwoman yang digaungkan oleh perempuan, justru berasa mitos. Masih banyak perempuan-perempuan yang terjebak akan pemikiran bahwa mereka harus tunduk 100 persen dengan laki-laki. Oleh sebabnya banyak perempuan yang alami diskriminasi dari perempuan yang lain, yang masih menganut paham seperti tadi

    BalasHapus

Posting Komentar