cerita mbun

Tradisi Masyarakat Sunda saat Ramadan

17 komentar
Tradisi Masyarakat Sunda saat Ramadan

Semenjak menikah ikut suami tinggal di desa, aku jadi tahu adat dan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat di sana. Meski dari sama-sama dari Sunda, namun ada yang aku baru tahu tradisinya dan ada juga beberapa yang mirip.

Menjadi notice buatku karena di sini banyak acara syukurannya. Apapun perayaannya, "sedekah" atau syukuran dilakukan meski dalam bentuk yang sederhana. Baik dilakukan oleh orang berada maupun tidak, sedekah menjadi cara masyarakat mengucap syukur atas segala nikmat.

Tujuannya agar didoakan juga oleh orang lain selain keluarga dan dapat keberkahan. Dengan berkat yang diisi lauk pauk yang sederhana.

Kalau adat tradisi waktu kecil di bulan Ramadan yang aku tahu hanya munggahan dan nganteran ketika akan Idul Fitri. Beberikut bebrapa tradisi yanga da selama bulan Ramadan yang terjadi di rumah keluarga suami.

Tradisi Ramadan Masyarakat Sunda di Karawang

Tradisi Ramadan di berbagai daerah di Indonesia ada bermacam-macam. Di Karawang sendiri tradisi bulan Ramadan berbeda-beda tiap daerahnya. Kalau di tempat tinggal ku ada beberapa adat tradisi Ramadan yang ternyata mirip juga sama tradisi di Banten.

Tidak heran, karena masyarakat di sini dulunya banyak yang mondok atau belajar di Banten. Mungkin jadi turun temurun kali ya.

1. Munggahan

Menjelang bulan puasa sehari sebelumnya masyarakat sunda melakukan tradisi munggahan, yaitu masak besar yang berisi lauk pauk seperti daging ayam, sapi atau ikan. Masak seperti hari raya Idul Fitri yang dilakukan juga sebelum puasa. 

Lauk yang dimasak jadi bisa buat sahur. Kala di sini menunya sederhana saja, ayam bakakak yang digoreng lalu beserta nasi yang diletakkan pada wadah besar yang disebut baskom.

Dalam baskom di tata nasi dan di atasnya lauk pauk dan ditutup oleh daun pisang. Daun pisang menjadi ciri khas munggahan. Kenapa nggak pakai kerta nasi saja? Kayanya kurang afdol karena memang sudah dari dulu ditutupnya menggunakan daun pisang.

Tidak masalah menggunakan daun pisang karena di sini juga banyak pohon pisang, hehe. Sudah jadi tradisinya menggunakan daun pisang.  

Makanan tersebut lalu dibawa ke mesjid oleh para bapak sambil membawa kertas yang berisi tulisan nama-nama almarhum yang akan kita doakan di mesjid. 

Setelah itu makanan yang dibagi ditukar, jadi yang ke mesjid kembali membawa pulang makanan tapi milik orang lain. Bulan Ramadan ini suami dapat menu ikan goreng, mie goreng, dan ada telornya juga.

Nasinnya banyak banget sampai nggak habis akhirnya besoknya aku kasih ayam tetangga saja. Kalau di daerah kecilku dulu sama juga ada Munggahan namun tidak sampai di bawa ke mesjid, hanya dinikmati sendiri saja oleh keluarga. Kalau di tempat kalian namanya apa?

Selain masak besar, masyarakat juga biasa ziarah ke makam keluarga yang sudah tiada dan sembari membersihkan rumput-rumput di sekitar makam. Tanah makamnya milik keluarga, jadi yang membersihkan juga keluarga.

Beda halnya di kampung Mama, karena di pemakaman umum, jadi kita yang membayar seikhlasnya karena telah membersihkan makam.

2. Qunutan

Aku baru tahu ada tradisi Qunutan saat Ramadan. Di sini pada hari ke- 16 Ramadan sudah mulai membuat ketupat atau lontong untuk Qunutan. 

Bukan hanya lontong saja tapi dimakan juga dengan sayur godog waluh. Sayur labu siam yang dimasak mengunakan santan. Mirip seperti lontong sayur untuk sarapan.

Nanti lontongnya saja yang dibawa ke mesjid saat akan pergi shalat tarawih di mesjid. Semua lontong yang dibawa di kumpulkan. Selesai shalat tarawih, dibagikan kepada seluruh yang hadir di mesjid. 

Aku pernah sekali ikut Qunutan dengan membawa lontong, itu pun lontongnya beli, hehe. Masih belum bisa ngikutin karena belum dapat feel-nya. Entahlah aku merasa kalau adat tradisi itu bisa kita ikuti kalau dari kecil kita udah merasakannya. Tapi, setidaknya aku tetap menyesuaikan demi menghargai tradisi di sini. 

Insya Allah juga tidak akan mengurangi nilai ibadah kita di bulan Ramadan. Kalau dipikir-pikir sih memang seru juga ada tradisi begini, cara masyarakat mengucap syukur telah melalui setengah bulan puasa.


3. Mamaleman

Mamaleman juga salah satu tradisi menyambut malam Lailatul Qadar selain dari Qunutan. Bedanya, mamaleman mengumpulkan kue-kue seperti papais, kembang ros, dan makanan tradisional lainnya. 

Saudara mengajak untuk patungan membeli kue yang akan dibawa ke mesjid. Cara ini bisa lebih meringankan tapi masih bisa berbagi. Sayangnya, penjual sedang libur jadi tidak bisa menerima pesanan. 

Baru kali ini juga aku ikutan mamaleman. Biasanya jarang karena tidak tahu. Kayanya juga jarang masyarakat yang ikut mamaleman karena mungkin sudah bawa lontong saat Qunutan .

4. Nganteran atau Marema

Nganteran dalam bahasa Indonesia berarti mengantarkan. Masak makanan besar berupa ayam atau daging sapi yang dimasak sesuai selera. Biasanya sih ayam kecap atau semur daging. 

Lalu, makanannya diantarkan ke tetangga. Para tetangga saling mengantarkan makanan. Tidak hanya makanan berat namun juga beserta kue tradisional khas Sunda seperti kembang goyang, rengginang, akar kelapa, kue ali dan sebagainya. 

Kalau ini di tempat kecilku sama. Mama selalu cerita waktu kecil paling semangat kalau disuruh mengantarkan makanan menjelang lebaran karena yang menerima makanan akan memberi THR berupa uang. 

Wah enak kalau gitu yaa, hihi. Anak-anak kecil paling semangat dong kalau disuruh.

Kesimpulan

Tradisi Ramadan di berbagai daerah di Indonesia punya keunikan dan kekhasan sendiri termasuk masyarakat Sunda. Beragam budaya dalam menyambut Ramadan semoga menambah nilai-nilai ibadah kita di bulan Ramadan.

Apakah kamu mengalami tradisi yang sama sebagai suku Sunda? Atau ada yang berbeda dengan yang aku alami?

Related Posts

17 komentar

  1. sebagai orang sunda aku tahunya cuman munggahan doang loh. qunutan dan nganteran atau mamaleman aku malah gak tahu karena disini gak ada kan.mungkin di kota lain ya teh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya teh, aku juga baru tahu setelah menikah. Tahunya munggahan dan nganteran aja.

      Hapus
  2. Jadi kangen pulang kampung ke kuningan, karena budaya di kuningan itupasti ada aja acara tahunan yang bikin memory keinget sampe sekarang. sekarang dah g pernah lebaran di kuningan lagi :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah seru pasti ya, sampai keinget gitu sampai sekarang.

      Hapus
  3. Di Sukabumi tradisi munggahan dan nganteran juga biasa dilakukan masyarakat. kalau qunutan dan maleman baru tau sih, kayanya di sini ga ada.
    Hikmah tinggal di Indonesia itu terasa sekali dengan kayanya budaya yang kita miliki, ya. walaupun dari suku yang sama, banyak tradisi yang berbeda dan beragam menyesuaikan dengan wilayah masing-masing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beragam ya kak tinggal di Indonesia, buktinya Sukabumi dan Karawang beda tradisinya padahal sama-sama Sunda.

      Hapus
  4. sedikit banyak sama ya mbak budaya kita.. bedanya disini di maleman bukan kue makanan yang di antar ke sanak saudara sama ke musholah saat malamnya untuk mencari keberkahan saat malam lailatul qodar. kalau udah maleman gini udah ndak masak lagi hehe.. pasti banyak yang ateran ke rumah

    BalasHapus
  5. waktu daku kecil tetatngga depan rumah kebetulan sukunya sunda, beliau kerap kali menerapkan tradisi nganteran ini ke rumah. Lalu kami balas juga mengantarkan hidangan meski bukan orang Sunda. Di situ seru aja rasanya menikmati tradisi tersebut.

    BalasHapus
  6. Sama kaya di Cianjur, hanya beda istilah aja ya sepertinya.
    Sekarang di Cianjur ada tradisi batu untuk munggahan alias papajar, yaitu ke tempat rumah kahyangan alias rumah berpemandangan surga rumah Abah Jajang yg viral itu. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah aku nggak tau teh yang lagi viral apa, haha.

      Hapus
  7. Wah, daerah sana masih kental, ya, tradisinya. Aku cuma tahu munggahan. Itu pun masing-masing saja di rumah. Untuk Qunutan, Mamaleman, dan Nganteran, aku baru dengar istilah itu, hhe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga baru tahu setelah menikah Teh, hehe.

      Hapus
  8. Kalau di daerah ku namanya megengan mbak. Mirip sama munggahan sih tapi intinya sama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pernah dengar dari teman Blogger juga namanya Magengan. Seru ya mbak.

      Hapus
  9. Di Bandung uda jarang ada qunutan, mamaleman, dan nganteran.
    Tapi kalau munggahan masih ada. Dan ini buatku baru karena di Surabaya biasanya megengan dan bukan makan bersama juga yaa.. hihih, lebih ke berbagi kue apem.

    Seneng banget, urang Sunda baik-baik.
    Jadi terasa menyenangkan tinggal di daerah orang bersuku Sunda dan mengikuti tradisinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Bandung soalnya udah kota juga sih ya mbak. Urang Sunda ramah-ramah ya, hehe.

      Hapus

Posting Komentar