cerita mbun

Hustle Culture dalam Dunia Kerja. Apakah Kamu Termasuk di Dalamnya?

Apakah kamu termasuk di dalamnya?


Senang sekali pasca menikah Maudy Ayunda lebih banyak membuat konten di Youtobe. Fyi, Maudy Ayunda ini aktris idolaku dan aku rasa idola kebanyakan orang juga terutama anak muda kali ya, karena kalian tahu sendiri betapa menginspirasinya seorang Maudy Ayunda.  

Pembawaannya yang pintar, cantik dan gak neko-neko banyak disukai orang. Nah, di Youtubenya, Maudy banyak membahas isu yang juga dia resahkan dan alami sendiri dalam sekmen "Maudy's thoughts". 

Bukan hanya relate dengan dirinya, tapi juga relate denganku dan banyak anak muda lainnya. Berawal dari menonton Youtubenya itulah, yang membuatku jadi flashback zamannya aku masih bekerja bagai kuda alias kerja tanpa kenal istirahat sampai kangen banget ngeliat matahari, hehe.

Hanya saja aku sendiri baru tahu kalau ada istilahnya yaitu Hustle Culture. Transformasi  digital membawa banyak manfaat dalam kehidupan kita. Namun, siapa sangka bisa jadi boomerang jika kita tidak bisa mengelolanya dengan baik. Menjadi inscure jika melihat postingan teman yang sukses di media sosial. Membandingkannya dengan diri sendiri. Hingga tanpa sadar menentukan standar kesuksesan sama seperti orang lain.

Pernahkah kamu merasa bersalah jika sedang istirahat dalam bekerja? Atau kamu merasa kurang dalam bekerja padahal kamu sudah overtime? Orang yang gak pernah berhenti jadwalnya, rasanya ingin terus bekerja keras.

Kerja keras bagus, tapi kalau berlebihan tanpa ada istirahatnya itu yang harus diwaspadai. 

Hati-hati kamu termasuk ke dalam salah satu yang mengalami Hustle Culture.

Apa itu Huste Culture?


Hustle Culture adalah budaya yang gila kerja. Bisa disamakan dengan workaholic. Dia mengglamorisasi kerja yang terlalu keras hingga melampaui batas. Dalam hidupnya hanya seputar pekerjaan. Sehingga kehidupan sosial dan pekerjaannya menjadi tidak seimbang. Hal ini bisa berbahaya tentunya bagi fisik dan psikis kita.

“Parahnya, Hustle Culture menjadi tren di kalangan anak muda. Mereka menganggap kerja terus menerus adalah sebuah kesuksesan”

Hal ini di pengaruhi juga oleh media sosial yang mengglamorisasi bekerja keras. Pernah gak kamu melihat orang yang selalu posting tentang pekerjaannya? Betapa sibuknya dia dengan pekerjaan saat lembur, menjadi deadliner dan saat sedang mencapai target. 

Dengan melihat orang tersebut mencapai kesuksesan dengan cara kerja keras, maka banyak yang ingin menjadi seperti itu. Sehingga Hustle Culture menjadi sebuah tren dan gaya hidup. Aku juga termasuk nih selalu posting betapa sibuknya aku jadi deadliner, bedanya pencapaiannya belum banyak aja, hihi.

Padahal kita butuh istirahat. Agar bisa kembali produktif. Jika kita memaksakan terus produktif maka hasilnya justru tidak akan maksimal. Kita tidak akan pernah bisa bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. Bahaya juga ya Hustle Culture ini. 

Bahaya Hustle Culture di Kalangan Pekerja

Dampak yang ditimbulkan dari Hustle Culture


Semua orang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja. Tapi, bukan berarti seumur hidupnya harus bekerja. Kita juga perlu bersosialisasi dengan orang lain untuk re-charge tenaga kita. Berbicara dengan orang tersayang justru akan menambah semangat kerja kita. Untungnya ada teman blogger yang selalu saling mengingatkan.

1. Kesehatan Mental

Di Indonesia, meskipun weekend hari libur masih aja kita tetap ditanyakan kerjaan. Kita mengajukan cuti pun sama masih tetap ditelepon untuk menanyakan tentang pekerjaan. Apalagi sakit, kalau belum parah masih bisa disuruh masuk kantor. Iya gak nih? Hehe.

Karena hidup kita udah tentang pekerjaan terus, akhirnya kita malah menormalisasi keadaan tersebut dan justru merasa bersalah kalau kita gak ngecek email kerjaan di manapun kita berada. Padahal seharusnya jika libur, kita sudah tidak lagi memikirkan pekerjaan.

Hal ini bisa menggangu kesehatan mental karena meskipun tenaga kita mampu, tapi psikis kita sudah lelah dengan tekanan dari pekerjaan itu.

2. Gampang Burnout 

Burnout adalah kondisi stress pekerja yang merasa lelah secara fisik dan emosional karena pekerjaannya. Menargetkan pekerjaan diluar batas kemampuannya. Sehingga menjadi mudah lelah, merasa terjebak dalam pekerjaannya sehingga tidak bisa melakukan apa-apa.

Menjadi tidak produktif di tempat kerja. Ujungnya malah udah cape duluan sebelum melakukan pekerjaannya.

3. Mudah Terserang Penyakit

Kerja terus-terus membuat diri lupa makan. Makan jadi berantakan dan tidak terjadwal. Alhasil fisik jadi ikutan terganggu. Pola hidup jadi tidak jelas.

4. Selalu merasa tidak pernah puas

Pekerja jadi tidak pernah merasa puas dengan hasil pekerjaan yang ia kerjakan. Kamu terus membandingkan diri kamu dengan orang lain. Sehingga kamu tidak lagi mengenali diri kamu sendiri. Serem juga ya?

5. Merasa Bersalah Jika Istirahat

Orang yang mengalami Hustle Culture ini malah merasa bersalah jika istirahat sebentar saat bekerja. Lagi istirahat pun kepikiran terus pekerjaan. Padahal tubuh kita butuh istirahat loh. 

Solusi Mengatasi Hustle Cuture Saat Bekerja 

Memberi batasan pada diri

Hustle Culture ini bisa kita atasi pelan-pelan. Yuk kita coba sama-sama!

1. Memberi Batasan

Punya target dan ambisi bagus. Tapi, jangan lupa ukur kemampuan diri mampu atau tidak menjalankannya.

Jangan membuat target pekerjaan diluar batas kemampuan kita. 

Akupun rasanya ingin mengikuti berbagai kelas menulis, tapi karena aku tahu kemampuan dan waktuku masih harus banyak perhatian untuk anak, jelas aku gak akan sanggup melakukannya. Jangan pernah memaksakan sesuatu diluar kendali kita. Aku gak mau sampai mengalami Quiet Quitting yang bisa mengganggu keluargaku.

2. Membuat Jadwal Istirahat 

Kalau kita banyak membuat jadwal tentang pekerjaan, coba deh buat juga jadwal untuk istirahat. Agar kita tidak terus-terusan bekerja.
Apapun bentuk istirahatnya, kita yang tentukan. 

Anggap istirahat seserius kita sedang bekerja
Jujur ini susah banget, waktu kerja dulu pun aku masih suka mikirin kerjaan kalau lagi libur. Jam istirahat cepat-cepat makan agar bisa kembali ke komputer untuk menyelesaikan pekerjaan. Duh gak sehat banget yaaa.

3. Berani untuk Menolak

Seringkali kita mengiyakan ketika atasan meminta kita mengerjakan sesuatu di luar jam kerja kita atau saat libur. Karena itu dianggap normal, akhirnya jadi keterusan yang bisa menggangu kehidupan sosial kita. 

Dengan kita menolak, kita jadi tahu batasan dan fokus kita. Justru kita sedang membangun hidup yang sehat. Dengan kita sehat, kita bisa  produktif kembali dan bisa show up dalam pekerjaan. 

Serta bisa berkumpul dengan orang-orang tersayang. Kita bisa benar-benar hadir diantara mereka. Gak sibuk dengan gadget ngurusin kerjaan saat bersama orang lain.

4. Tentukan Suksesmu Sendiri

Coba tentukan sukses versimu seperti apa. Jangan ikut-ikutan definisi suksesnya orang lain. Tentukan kamu ingin hidup seperti apa. Apa kamu mau setiap pulang kerja selalu capek langsung tidur kaya orang pingsan? Huhu. Ini aku banget waktu kerja di sebuah perusahaan. Sampai gak ada waktu untuk menulis. 

Aku gak boleh seperti itu terus, harus ada jeda. Akhirnya aku pindah kantor untuk hidup yang lebih balance. Meski gak mudah, aku masih terus belajar me-manage sampai sekarang.

Hidup yang berharga versi kamu seperti apa? Apakah kamu ingin hidup seperti Hustle Culture ini? Coba tanyakan ke dalam diri kamu dan renungkan.

5. Jangan Bandingkan Diri Sendiri dengan Orang Lain

Fokus sama tujuan kamu sendiri. Gak usah lihat pencapaian orang lain. Karena kita juga tidak pernah tahu bagaimana perjuangan mereka bisa sampai sukses. 

Hindari orang-orang yang toxic. Kalau aku sih dengan membatasi penggunaan media sosial dan melihat story ya, hehe. 

Penutup 


Jika kamu mengalami Hustle Culture ini, yuk pelan-pelan atasi agar kita tidak terjebak di dalamnya. Kamu gak sendiri kok, akupun masih terus belajar. 




Related Posts

Posting Komentar