Tulisan ini aku dedikasikan untuk
adikku tersayang. Kelak kamu akan mengerti betapa aku sangat menyayangimu. Tak
mengapa kita sekarang harus jauh, tapi yakinlah rasa kita sama. Sama-sama
saling menyayangi. Aku pun merasakan betapa kamu juga begitu menyayangiku. Adik
kecilku yang sudah tidak kecil lagi, aku selalu merasa kamu masih kecil dan
menggemaskan. Adik kecil yang selalu aku gendong kemana pun pergi. Adik yang
selalu aku kejar jika dia sudah mulai menggodaku.
Dik, kamu yang kakak tunggu sejak
dalam kandungan Mama. Tak sabar aku menanti kehadiranmu. Rajin aku
mengelus-elus perut Mama dan mengajaknya bicara. Senang aku jika dia merespon dengan
menendang-nendang perut Mama. Rupanya kamu juga sudah tidak sabar ingin melihat
dunia ya, Dik. Ku bayangkan seperti apa wajahnya nanti ketika dia lahir, mirip
Mama atau mirip Ayah. Ku diskusikan bersama mereka nama terbaik untuknya. Aku ingin
adikku selalu mendapatkan yang terbaik.
Suara itu membuatku terharu. Tangisan
pertama yang ku dengar dari bayi mungil yang cantik. Alhamdulillah kamu lahir
dengan selamat dan membuat semua orang bahagia. Aku begitu senangnya punya
adik. Ku pandangi wajahnya lekat-lekat. Ku kecup keninngnya. Sejak saat itu aku
berjanji akan selalu menjaganya. Selalu ingin berada disisinya, saat dia
membutuhkanku.
Namun, perjalanan hidup membuatku tak
dapat menjaganya dengan baik. Aku lalai. Aku kakak yang egois. Aku merasa gagal
sebagai kakak yang tidak bisa menjaga adikku. Aku sangat marah ketika dia tidak
disiplin. Ketahuilah Dik, itu aku lakukan agar kelak kamu menjadi seseorang yang
bermanfaat bagi sekelilingmu. Semoga dia tetap tahu apa yang aku lakukan demi
untuk membuatnya bahagia.
Kita sudah terpisah jarak cukup lama.
Rinduku sudah menyeruak. Aku selalu salut caramu menyembunyikan kesedihan. Tak
pernah sekalipun kau memperlihatkan sedihmu. Aku tahu apa yang kamu rasakan.
Tapi, kamu ceria. Kamu membuat orang-orang disekelilingmu mudah tertawa melihat
tingkahmu yang lucu.
Pertama kali aku melihatmu sedih, saat
kepergian Ayah untuk selama-lamanya. Kamu menangis sekencang-kencangnya. Aku
tahu kita semua kehilangan. Tapi aku tidak bisa bayangkan bagaimana kamu bisa
hidup tanpa sosok Ayah disaat usiamu masih kecil. Aku tak bisa bayangkan
bagaimana perasaanmu melihat teman-temanmu bisa bermain dengan Ayahnya,
sedangkan kamu tidak. Kamu tidak seberuntungku dalam hal ini. Tapi, lagi-lagi
kamu menyembunyikannya Dik, aku tahu.
Aku juga tahu apa yang kamu mau Dik,
meski kamu tidak pernah mengatakannya kepadaku. Aku tahu bagaimana caramu mendapatkan
sesuatu. Itu tidak mudah untuk anak seusia kamu yang tidak ada Ayah disisinya.
Kamu sudah mandiri sejak kecil. Meski dalam proses belajarmu tidak mudah, aku
selalu bangga setiap apa yang kamu lakukan. Walau kadang aku sangat tegas dalam nilai angka, tapi kini ku sadar nilai kehidupan yang kamu miliki sangat
istimewa. Kini, angka tak jadi soal untukku Dik. Aku takkan marah lagi.
Jika ada yang menyakitimu, jangan
takut Dik. Karena aku orang pertama yang akan membelamu. Tak boleh ada satu
orang pun yang membuatmu sakit fisik bahkan hatimu. Meski aku disini, kamu jangan
berfikir aku menyakitimu ya Dik. Karena sekali pun tak pernah terbesit untuk
membuatmu sedih. Kamu harus tahu tak ada yang mampu menyayangimu melebihi rasa
sayangku kepadamu, Dik.
Kau tahu Dik, saat menulis ini kedua mataku
basah. Ada banyak cerita yang kita lalui bersama. Aku ingin setiap hari ada disisimu,
tapi tidak bisa. Aku punya kewajiban lain, Dik. Ini hal tersulit ketika aku
memutuskan sesuatu, kamu yang jadi pertimbanganku. Langkahku berat untuk tidak
disisimu. Baru saja kita bisa bersama lagi, tapi aku harus menjalankan
kewajiban dan tanggungjawab yang lain.
Aku berusaha terus Dik, untuk
membuatmu merasa aman dan nyaman. Maafkan proses kakakmu yang lambat ini ya. Aku
ingin kamu sabar sebentar ya, Dik. Percayalah, kita akan sama-sama membuat Mama
tersenyum bahagia. Aku bersyukur punya adik sepertimu. Sayang kamu Dik, dari
kakakmu yang gagal menjagamu.
Posting Komentar
Posting Komentar