cerita mbun

It's Your Day

Posting Komentar






Tulisan ini aku dedikasikan untuk adikku tersayang. Kelak kamu akan mengerti betapa aku sangat menyayangimu. Tak mengapa kita sekarang harus jauh, tapi yakinlah rasa kita sama. Sama-sama saling menyayangi. Aku pun merasakan betapa kamu juga begitu menyayangiku. Adik kecilku yang sudah tidak kecil lagi, aku selalu merasa kamu masih kecil dan menggemaskan. Adik kecil yang selalu aku gendong kemana pun pergi. Adik yang selalu aku kejar jika dia sudah mulai menggodaku.
Dik, kamu yang kakak tunggu sejak dalam kandungan Mama. Tak sabar aku menanti kehadiranmu. Rajin aku mengelus-elus perut Mama dan mengajaknya bicara. Senang aku jika dia merespon dengan menendang-nendang perut Mama. Rupanya kamu juga sudah tidak sabar ingin melihat dunia ya, Dik. Ku bayangkan seperti apa wajahnya nanti ketika dia lahir, mirip Mama atau mirip Ayah. Ku diskusikan bersama mereka nama terbaik untuknya. Aku ingin adikku selalu mendapatkan yang terbaik.
Suara itu membuatku terharu. Tangisan pertama yang ku dengar dari bayi mungil yang cantik. Alhamdulillah kamu lahir dengan selamat dan membuat semua orang bahagia. Aku begitu senangnya punya adik. Ku pandangi wajahnya lekat-lekat. Ku kecup keninngnya. Sejak saat itu aku berjanji akan selalu menjaganya. Selalu ingin berada disisinya, saat dia membutuhkanku.
Namun, perjalanan hidup membuatku tak dapat menjaganya dengan baik. Aku lalai. Aku kakak yang egois. Aku merasa gagal sebagai kakak yang tidak bisa menjaga adikku. Aku sangat marah ketika dia tidak disiplin. Ketahuilah Dik, itu aku lakukan agar kelak kamu menjadi seseorang yang bermanfaat bagi sekelilingmu. Semoga dia tetap tahu apa yang aku lakukan demi untuk membuatnya bahagia.
Kita sudah terpisah jarak cukup lama. Rinduku sudah menyeruak. Aku selalu salut caramu menyembunyikan kesedihan. Tak pernah sekalipun kau memperlihatkan sedihmu. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Tapi, kamu ceria. Kamu membuat orang-orang disekelilingmu mudah tertawa melihat tingkahmu yang lucu.
Pertama kali aku melihatmu sedih, saat kepergian Ayah untuk selama-lamanya. Kamu menangis sekencang-kencangnya. Aku tahu kita semua kehilangan. Tapi aku tidak bisa bayangkan bagaimana kamu bisa hidup tanpa sosok Ayah disaat usiamu masih kecil. Aku tak bisa bayangkan bagaimana perasaanmu melihat teman-temanmu bisa bermain dengan Ayahnya, sedangkan kamu tidak. Kamu tidak seberuntungku dalam hal ini. Tapi, lagi-lagi kamu menyembunyikannya Dik, aku tahu.
Aku juga tahu apa yang kamu mau Dik, meski kamu tidak pernah mengatakannya kepadaku. Aku tahu bagaimana caramu mendapatkan sesuatu. Itu tidak mudah untuk anak seusia kamu yang tidak ada Ayah disisinya. Kamu sudah mandiri sejak kecil. Meski dalam proses belajarmu tidak mudah, aku selalu bangga setiap apa yang kamu lakukan. Walau kadang aku sangat tegas dalam nilai angka, tapi kini ku sadar nilai kehidupan yang kamu miliki sangat istimewa. Kini, angka tak jadi soal untukku Dik. Aku takkan marah lagi.
Jika ada yang menyakitimu, jangan takut Dik. Karena aku orang pertama yang akan membelamu. Tak boleh ada satu orang pun yang membuatmu sakit fisik bahkan hatimu. Meski aku disini, kamu jangan berfikir aku menyakitimu ya Dik. Karena sekali pun tak pernah terbesit untuk membuatmu sedih. Kamu harus tahu tak ada yang mampu menyayangimu melebihi rasa sayangku kepadamu, Dik.
Kau tahu Dik, saat menulis ini kedua mataku basah. Ada banyak cerita yang kita lalui bersama. Aku ingin setiap hari ada disisimu, tapi tidak bisa. Aku punya kewajiban lain, Dik. Ini hal tersulit ketika aku memutuskan sesuatu, kamu yang jadi pertimbanganku. Langkahku berat untuk tidak disisimu. Baru saja kita bisa bersama lagi, tapi aku harus menjalankan kewajiban dan tanggungjawab yang lain.
Aku berusaha terus Dik, untuk membuatmu merasa aman dan nyaman. Maafkan proses kakakmu yang lambat ini ya. Aku ingin kamu sabar sebentar ya, Dik. Percayalah, kita akan sama-sama membuat Mama tersenyum bahagia. Aku bersyukur punya adik sepertimu. Sayang kamu Dik, dari kakakmu yang gagal menjagamu.


Related Posts

Posting Komentar