cerita mbun

Cara Mengasuh Anak dengan Konsep Montessori. Seru Loh, Bun!

Posting Komentar
Cara mendidik anak dengan metode Montessori
Sumber: Canva
Ada yang sudah baca bukunya Vidya Dwina Paramita yang berjudul Jatuh Hati pada Montessori: Seni Mengasuh Anak Usia Dini? Buku yang ringan gaya bahasanya dengan materi yang dalam ini aku dapatkan dari teman Blogger dari Surabaya, Mbak Dyah Kusuma Utari.

Begitu sampai rumah, tanpa aba-aba lagi aku langsung eksekusi sampai habis. Satu pekan aku berhasil membaca buku ini ditengah-tengah kesibukan menulis dan pekerjaan domestik yang tidak pernah ada habisnya.

Buku setebal 215 halaman ini membuat aku kembali mengoreksi pola asuhku terhadap Aqlan. Sama seperti yang diraskaan guru Montessori yang lain, susahnya menjadi guru Montessori adalah menahan diri.

Aku merasakan hal yang sama tatkala sedang mengasuh Aqlan. Rasa ingin menginterupsi, menyalahkan, memberiahu kerap kali muncul jika ada perilakunya yang membuatku geleng-geleng kepala. 

Di buku ini dijelaskan bagaimana konsep Montessori bisa memberikan dampak pada motorik anak hingga akademisnya. Sebelumnya kita kenalan dulu yuk sama Montessori.

Kenalan Sama Montessori, Yuk!

Ibu-ibu milenial pasti sudah tidak asing dengan kata Montessori. Aku mengenal kata Montessori ketika sudah punya anak, mungkin karena sering mencari tahu tentang pengasuhan di mesin pencari, sehingga algoritma google selalu memunculkan hal yang berkaitan dengan pengasuhan terkait Montessori.

Sebelumnya aku tahu kata Montessori dari story whatsapp seorang teman yang sedang memposting tentang Montessori. Melihat gambar yang penuh alat peraga aku berpikir, “Oh Montessori tuh permainan ya.” Awalnya aku berpikir begini, setelah dicari tahu ternyata bukan nama permainan loh, hihi.

Seni mengasuh anak usia dini
Dokumen pribadi @alfidahusna

Aku kaget malah Montessori ini merupakan nama seorang pelopor konsep pengasuhannya. Ya, Maria Montessori adalah seorang perempuan Italia yang lahir pada 31 Agustus 1870. Beraal dari pekerjaannya sebagai seorang dokter di sebuah rumah sakit khusus anak-anak berkebutuhan khusus, Dr. Maria Montessori mengamati anak-anak di sekelilingnya.

Dari observasi itulah muncul fondasi utama Montessori yaitu tentang menstimulasi seluruh indera anak. Anak-anak membutuhkan kegiatan yang bermakna bukan hanya menyalurkan energi saja.

Filosofi Montessori menjelaskan bahwa anak bukan hanya sekedar kertas kosong yang harus kita tunggu untuk kita isi dengan coretan sehingga kita merasa sombong dan memegang kendali pada anak. Montessori justru mengikuti kebutuhan anak dan kebebasan yang tetap mementingkan keamanan anak.


Cara Mendidik Anak dengan Konsep Montessori

It is not true that I invented what is called the Montessori Method. I have studied the child, I have taken what the child has given me and Expressed II, and that is what is called the Montessori Method. -Maria Montessori (hlm. 36)
Metode Montessori sangat relevan dengan kebutuhan anak. Saat membaca buku ini dengan metodenya mendidik anak, aku merasa anak lebih dimengerti dan dihargai sebagai manusia dan berkali-kali mengingatkan bahwa kita sebagai orang dewasa mempunyai dua pilihan untuk mengikuti perasaan kita atau memenuhi kebutuhan anak.

Kelas Montessori anak usia dini
Dokumen pribadi @alfidahusna

Justru semakin kita mengenal anak, semakin memudahkan kita mengasuh anak layaknya seperti sedang berbicara dengan teman. Mungkin kita lihat perilaku anak sepele, tapi mungkin itu adalah hal yang bisa kita amati untuk cari tahu solusinya.

1. Anak Suka Pengulangan

Anak mempunyai kecenderungan untuk melakukan pengulangan. Kegiatan ini sama persis dengan yang Aqlan lakukan. 

Setiap hari inginnya bermain pasir terus. Aku mengamatinya bagaimana ia menggunakan pasir setiap hari dengan mobilan kontruksi. Katanya, "Aqlan sedang bikin jalan tol, Mbun." Masya Allah sungguh proyek yang begitu besar, wkwkwk.
Memberikan ruang bagi anak untuk mengulang kegiatan yang sama berarti memberi kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi, kemudian mengobservasi. (hlm. 40)

 Tidak ada yang sia-sia dari setiap kegiatan yang dilakukan anak justru itu merupakan salah satu kebutuhan anak. Untuk mengembangkan kemampuannya aku juga sediakan pasir mainan untuk ia bisa rasakan tekstur dari pasir mainan. 

2. Anak lebih Menyukai Material

Mbak Vidya membagikan pengalamannya ketika mengamati anak bahwa mereka lebih suka berada di ruangan Montessori dibanding di dalam ruangan yang bebas bermain.

Di dalam rumah saja anak lebih menyukai barang-barang rumah tangga untuk mencari tahu bagaimana barang rumah tangga bisa bekerja. Aqlan di rumah lebih tertarik dengan rak televisi yang ia buka tutup, galon yang suka ia pencet karena bisa keluar air dari dalam juga menggunakan westafel.

Aku selalu mengamati Aqlan ketika memegang barang-barang rumah tangga, sampai aku mengamati ketika ia hendak cuci tangan da tidak sampai ke wastafel, dia memakai cara untuk menarik kursi dan menaikinya sehingga posisi tubuhnya bisa sejajar dengan wastafel dan ia jadi bisa mencuci tangan.

Begitu juga dengan galon yang kini ia sudah bisa minum air sendiri. Aku amati dari awal ia mengambil air selalu penuh, lama-lama dia berlatih sendiri untuk mengambil air secukupnya. 

Material Montessori nggak harus beli mahal-mahal kok, di sekitar kita juga bisa dapatkan materialnya. 

3. Anak Tidak Memerlukan Hukuman atau Reward

Rasanya kalau anak melanggar aturan yang kita buat, kita merasa perlu untuk menghukumnya. Begitu juga ketika anak melakukan perilaku baik, kita ingin mengapresiasinya dengan memberikan hadiah yang bagus dan mahal. 

Padahal anak tidak butuh itu. Di kasih medali aja, 5 menit kemudian udah lupa lagi. Khawatir jika terlalus E-Ring diberi reward anak akan melakukan sesuatu karena hadiahnya. Maka dari itu jelaskan secara spesifik, anak juga sudah merasa dihargai. 

4. Konsentrasi dan Suasana yang Tenang

Mungkin kita mengira bahwa bahagianya anak dilihat dari suara teriakannya, tapi ternyata anak juga butuh konsentrasi dan suasana yang tenang. 

Perbedaan kelas Montessori dan konvensional
Sumber: Canva
Suasana yang tenang membuat anak menyelesaikan tugasnya dan anak merasa senang sudah bisa menyelesaikan tugas tersebut.

5. Kemampuan Merawat Diri

Mengajari anak merawat diri perlu dilakukan loh Bun. Membersihkan hidung dan menutup mulut saat bersin terlihat sepele tapi itu adalah bagian dari kemampuannya untuk merawat diri.

Aqlan kini sudah tahu kalau batuk akan menutup mulutnya. 

6. Kemandirian

"Ayo dong, Nak ... cepat, aduh lama sekali. Sudah-sudah sini Ibu saja yang pakaikan sepatunya." Sering menginterupsi anak seperti itu justru malah membuat anak menjadi sering bergantung nantinya. 

Tanpa sadar aku juga pernah melakukan hal ini. Kata "cepat" sering aku ucapkan saat melakukan sesuatu. Setelah dipikir-pikir lagi, memang mau kemana sih buru-buru? Huhu. 

7. Disiplin Diri

Di kelas Montessori justru menahan diri untuk memperingatkan anak bisa membuat anak lebih disiplin karena memang mereka sudah punya insting untuk itu.  

Anak sudah mempunyai disiplin diri yang baik, tinggal kita yang menstimulasinya dengan menahan diri. 

Kesimpulan

Mendidik anak dengan konsep Montessori membuat kita belajar banyak hal dan menghargai anak. Metode Montessori mengingatkan kalau usai anak adalah momen-momen terpenting dalam hidupnya. 

Ayah Bunda apakah sudah menerapkan metode Montessori? Ataukah masih menggunakan cara konvensional? Sharing yuk di kolom komentar.  

Related Posts

Posting Komentar