cerita mbun

Secangkir Vanilla Latte untuk Diar Part 1



Ruangan kantor dengan 6 orang tim masih terlihat sepi belum ada karyawan yang masuk. Namun, suara kresek plastik terdengar riuh dan aroma wangi buah apel mulai menyeruak di sekitar ruangan. Terlihat 2 orang cleaning service yang tengah membersihkan sampah dan mengepel lantai mulai sibuk sebelum karyawan mulai berdatangan.

Pekerjaan yang sangat mulia yang gak semua orang mau melakukannya, mungkin karena gengsi atau gak mau berteman dekat dengan sampah, entahlah. Padahal tanpa mereka ruangan kantor bisa kotor dan produktivitas menurun karena mencium bau yang tidak sedap. Mereka yang profesinya kurang diapresiasi bahkan seringkali diremehkan hanya karena dinilai cuman “tukang bersih-bersih”.

Dengan hati-hati aku menginjak lantai menuju mejaku yang sudah dipel agar tidak kotor dan melukai hati pekerja yang sudah susah payah membersihkan ruangan kantor yang cukup luas. Sesenyap mungkin tanpa ingin mengganggu kekhusyukan mereka berdua yang terlihat begitu fokus membersihkan ruangan yang justru malah mengagetkanku.

“Pagi, Neng Diaaaar”, salah satu cleaning service yang mungkin seusia ibuku menyapaku dengan lembut.

"Meuni geulis pisan euyy hari ini teh...tumben atuh berangkat pagi pisan. Ada apa?". Ditambah pujian dari Bu Ayu yang tanpa sadar bikin aku kembang kempis dan pipiku memerah.

Bu Ayu sudah lama bekerja di kantor. Diar juga tidak segan-segan sering meminta tolong pada Bu Ayu. Jadi, Diar senang-senang saja disapa "neng" di kantor. Katanya rindu kepada anaknya di kampung jadi terobati kalau liat Diar. 

“Hehehe....iya Bu, mau ada seminar nih di luar kota, biasa sama si Bos.” Jelas Diar tak kalah lembut seperti anak yang sedang bicara dengan ibunya.

“Ohh yaudah atuh semangat ya Neng, ini ruangannya juga udah beres kok”.

“Oke sip, makasih ya Bu”, kata Diar sambil mengacungkan jempol.

Hari ini akan ada seminar keluar kota bersama si Bos, jadi aku pilih setelan kemeja dan kerudung cream dengan rok puth panjang bermodel plisket. Semi formal tapi cukup bikin jadi manis hari ini. Ditambah sepatu sneakers putih hadiah dari ibu tahun lalu, agar memudahkanku wara wiri mengurus keperluan si Bos ketika di luar kantor. 

“Wooiiii... tumben lo berangkat pagi. Cantik beneeeer, mau kemana emang lo?”, sapa raya teman satu timku yang sikapnya sering ceplas ceplos alias jujur banget.

“Kan gue mau ada seminar di luar kota sama bos. Sambil ngurusin event yang bakal di gelar tahun depan. Prepare-nya udah dari sekarang”.

“Owhhh... makanya lo datang pagi ya?”

“Iya nih, kan gue harus nyiapin jadwal, berkas-berkas segala macem sebelum bos dateng”.

“Jangan lupa bawa oleh-oleh ya, hehe".

"Wooooo, lo mah makanan aja yang dipikirin. Tuh kerjaan banyak bukan dikerjain!"

"Yaelah Di, kerja mulu kaya kagak! Nih Vanilla Latte buat lo. Lupa kan lo bikin kopi saking riweuhnya" , Raya menyodorkan satu cangkir kopi Vanilla Latte kesukaan Diar.

"Wah, makasih loh. Kapan buatnya lo, tahu-tahu ada kopi aja, wkwkwk".

"Lo mana ngeh, mata lo ke laptop mulu"

"Hehehe...iya juga abis lo seneng banget ngilang"

Tak terasa waktu sudah menunjukkan 9 pagi dan si bos datang tanpa basa-basi lagi langsung menuju bilik Diar.

"Di, udah siap semuanya kan?", langsung aja yuk biar gak kena macet.

"Ehh pak Riki, sudah siap semua pak agenda bapak disana sudah sekalian saya buatkan juga".

"Oke kita langsung aja".

***

Mobil melaju dengan cepat. Pak Riki duduk di depan samping pak supir, sedangkan aku di belakang sambil sesekali baca bahan untuk seminar nanti. 

"Di, nanti saya kenalkan kamu ya sama ketua tim marketing perusahaan Loyal Grup. Dia masih muda loh Di, ya gak beda jauh deh kayanya sama kamu. Nanti kamu bisa sharing-sharing sama dia".

"Wah, pinter banget berarti ya pak kalau masih muda sudah bisa jadi ketua tim marketing".

"Iya Di, anaknya asik gak kaku kok. Saya jamin kamu pasti bakal suka deh sama caranya dia menjelaskan".

"Mudah-mudahan ya pak, hehe".

"Ganteng lagi Di"

"Bapak nih bisa aja. Mau ngenalin saya partner atau jodoh sih pak?" 

"Hahaha ya kalau jodoh mah gak kemana kan Di?", gelak tawa Pak Riki puas banget, sampai menular ke pak supir disebelah, ikutan ketawa. Padahal gak lucu sama sekali.

Hanya membutuhkan 1 jam setengah untuk tiba di tempat lokasi. Bisa cepat karena Alhamdulillah jalanan tidak macet. Kalau macet bisa 2-3 jam lamanya. 

Pak Riki terlihat sibuk menelepon seseorang. Sepertinya orang yang akan dia kenalkan padaku. Tapi, ahh peduli amat. Nanti juga kan kenal.

"Nah, itu dia orangnya . Baru dateng juga barengan".

"Hai Pak Riki, sorry nih nunggu lama". 

"Gapapa santai, kita juga baru dateng nih. Saya mau kenalkan kamu sama tim saya. Di, kenalin ini Dito. Dito ini Diar".

Betapa kagetnya Diar melihat seseorang yang kini terlihat nyata ada di depannya. Sosok yang ia benci namun juga ia rindukan. Entahlah, bagaimana perasaannya, yang jelas Diar belum siap bertemu laki-laki itu. 

Sepertinya dia juga sama kagetnya ketika melihat Diar. Namun, dia cepat mengembalikan suasana lagi.

"Hai Diar. Apa kabar?", tanya laki-laki itu seolah tidak pernah ada yang terjadi di antara kita. Secepat itukah dia melupakan?

"Loh, kalian saling kenal ternyata?", tanya Pak Riki tak kalah kaget, namun dia terlihat lebih bahagia dari apa yang kami duga.

"Iya pak, Diar ini teman kampus saya dulu".

"Iya pak betul. Kabarku baik. Gimana kabarmu?", tanyaku berbasa-basi agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi Pak Riki.

Tiba-tiba saja kepala Diar pusing, teringat kejadian 8 tahun silam. Dinar berusaha sekuat tenaga untuk tidak menjatuhkan air di matanya.

Bersambung.... 






Related Posts

Posting Komentar