cerita mbun

Penanggulangan Bencana Inklusif Bagi OYPMK Dan Penyandang Disabilitas

Posting Komentar
  
Oypmk dan disabilitas



Akhir-akhir ini cuaca sedang tidak menentu. Kadang panas, kadang hujan. Sehingga bisa menimbulkan berbagai macam penyakit bahkan sampai bencana alam. Dan yang belum lama terjadi ini gempa di Cianjur yang banyak memakan korban jiwa.

Gempa Cianjur dan sekitarnya merupakan salah satu bencana alam yang terjadi di tanah air. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak awal tahun sampai awal November 2022 sudah lebih dari 3.800 bencana alam.

Dan pemerintah sudah melakukan mitigasi dan penanganan bencanan alam. Semua orang bisa terkena bencana alam termasuk penyandang disabilitas dan OYPMK. Apalagi stigma kusta di masyarakat sangat kuat sehingga menentukan juga bagaimana penanggulangannya. 

Meskipun pemerintah sudah punya perencanaan untuk menanganinya, tetap saja perlu bantuan berbagai pihak untuk merealisasikannya. Kira-kira seperti apa ya pelaksanaan mitigasi di lapangan?

Penjelasan lebih lanjut akan dibahas oleh kedua narasumber Pak Papang dan Mas Bejo. Siapa mereka? Yuk, simak ulasan Talkshow Ruang Publik KBR yang sukses dipandu oleh Mas Rizal dari Berita KBR. Yang diselenggarakan pada hari Selasa, 29 November 2022 pukul 09.00-10.00 WIB.

Upaya BNPB Mengurangi Resiko Bencana Alam


Drs. Pangarso Suryotomo yang akrab disapa dengan Pak Papang, selaku Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB mengatakan bahwa sudah cukup banyak bencana alam yang terjadi di Indonesia yang memakan korban jiwa. Dan sepanjang tahun bencana yang terjadi karena alam ada 24 bencana.

Bencana alam seperti banjir, cuaca ekstrim, tanah longsor dan gelombang abrasi yang paling banyak terjadi. Sampai 542 orang yang terkena dampaknya.

Indonesia masuk 10 besar orang yang meninggal karena bencana alam. Bencana boleh ada, tapi kita juga butuh persiapan untuk menghadapi bencana. Bagaimanapun kita tidak pernah berharap bahwa bencana ini akan datang sehingga bisa menyebabkan banyak korban jiwa dan kerugian lainnya.

Pak Papang saat ini sedang berada di lokasi gempa Cianjur dan sering mengalami gempa susulan. Intesitasnya sekitar 200 kejadian gempa susulan yang frekuensinya kecil. Pak Papang berharap gempa benar-benar selesai agar pengungsi bisa kembali ke rumahnya yang masih bisa ditempati.

Jumlah pengungsi cukup banyak karena ada 15 kecamatan yang terdampak. Cepat tanggap darurat diputuskan selama 30 hari. Tapi, pak Papang ingin semua ini berakhir dengan cepat. Bersama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah sampai relawan berusaha mempercepat masa cepat tanggap darurat ini sehingga bisa ditangani bersama.

Upaya Penanganan Bencana Alam yang Dilakukan oleh Penyandang Disabilitas dan OYPMK  

Talkshow bersama BNPB dan penyandang disabilitas


Selain dihadiri dari pihak BNPB, diskusi juga dihadiri oleh Mas Bejo Riyanto yang akrab disapa Mas Bejo Jos yang merupakan ketua Konsorium Peduli Disabilitas dan Kusta (Pelita). Kesibukan mas Bejo adalah sebagai produsen kaos yang memproduksi banyak kaos. 

Mas Bejo bercerita pernah mengalami gempa di daerah tempat tinggalnya di Bantul pada tahun 2006. Jarak tempat tinggal Mas Bejo dari lokasi gempa sekiatr 1 km. Mas Bejo mengaku saat itu tidak punya pengetahun tentang persiapan gempa, yang penting menyelamatkan diri sehingga larinya tidak terarah.

Karena pada saat bencana alam ini bukan perihal banyaknya korban jiwa tapi fokus bagaimana kita bisa mengurangi banyaknya korban dengan melakukan upaya-upaya mitigasi. Sehingga bisa menambah disabilitas baru yang terkena reruntuhan akibat gempa. 

Gempa sampai menimbulkan cerita tersendiri bagi Mas Bejo, dari sepanjang tahun 2004-2006 Mas Bejo tidak pernah mengunci rumahnya, katanya agar mudah melarikan diri jika terjadi gempa. Tapi, justru gempa terjadi saat Mas Bejo mengunci pintunya. Nah, hal-hal seperti ini bisa kita antisipasi jika kita tahu bagaimana menanganinya. 

Mas Bejo juga merasa dirinya tidak akan bisa berupaya banyak jika terjadi gempa mengingat dirinya penyandang disabilitas. Mas bejo yang saat itu berada dekat pintu hanya bisa terlempar keluar karena tidak bisa melarikan diri. Saat itu tidak berpikir sembunyi karena belum ada pengetahuan tentang mitigasi bencana alam. 

Apakah Penanganan Dari Pemerintah yang Ada di Cianjur Bisa Disamakan dengan Mereka yang Bukan Disabilitas?


Pak Papang lanjut menjelaskan bahwa di Indonesia ada wilayah yang rawan bencana. Ada gempa, gunung merapi, dan lain sebagainya. Gempa terjadi dikala kita tidak siap seperti yang Mas Bejo juga sudah jelaskan.

Pemerintah tidak membedakan penanganan. Tapi dari sini muncul banyak peraturan yang menangani penanggulangan tersebut. Salah satunya bagaimana disabilitas ini mempunyai 3 hal. Yaitu pertolongan, partisipasi dan perlindungan.

Teman-teman disabilitas juga tidak mau disebut objek, mereka juga ingin terlibat secara langsung untuk membantu korban bencana alam. Mereka tidak mau disebut lemah. Untuk itulah mereka juga masuk dalam kategori partisipasi yang berarti turut berperan membantu korban. 

Tapi, yang jadi persoalan adalah untuk menganalisa apakah ada yang terdampak bagi disabilitas maupun OYPMK adalah komunitas itu sendiri. Data disabilitas yang tahu hanya komunitas disabilitas sendiri.

Adakah Sosialisasi Khusus Bagi OYPMK dan Disabilistas Untuk Menanggulangi Bencana?


Mas Bejo menjelaskan bahwa Pelita berdiri pada tahun 2016. Pelita sendiri dibentuk untuk peduli terhadap disabilitas dan OYPMK setelah bencana alam terjadi. Saat itu Pelita hanya fokus pada stigma tentang kusta dan bisa diobati dengan mudah. 

Maka hadirlah istilah DIFAGANA (Difabel Siaga Bencana). Untuk mengedukasi disabilitas dan OYPMK terkait penanggulangan kesiapan bencana.

Pak Papang menambahkan, karena keterbatasan komunikasi untuk mengedukasi, maka dipilihlah orang dari komunitas tersebut sebagai penyintas sebagai mentor atau fasilitator.

Upaya yang dilakukan dibuat agar tidak menambah jumlah disabilitas tetapi meningkatkan kualitas disabilitas. Agar siap menghadapi bencana berupa gempa yang sering terjadi. Karena jangankan disabilitas, non disabilitas saja seringnya tidak tahu apa yang harus dilakukan dan kesulitan untuk menyelamatkan diri sendiri.

Saat Bencana Adakah Tim Khusus Untuk Penyelamatan Disabilitas dan OYPMK?


Orang yang bisa menyelamatkan bencana adalah diri sendri, keluarga dan lingkungan (orang yang lewat saat terjadi bencana, petugas dan relawan masuk ke dalam kategori ini). Maka untuk itu kapasitas relawan yang ditingkatkan.

Biasanya di desa sudah ada Desa Tanggap Bencana. Yang menjadi model atau rules untuk menjadi relawan. Tidak hanya relawan, tetapi masyarakat sekitar juga bisa turut serta membantu. 

Mitigasi penanggulangan bencana juga masuk dalam kurikulum di sekolah. BNPB Bekerjasama dengan Kemendikbud. Ada juga diluar itu SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana). 

Sudah ada sejak lama tapi kita lengah dengan mengatakan semoga tidak terjadi bencana alam. Sedangkan bencana alam pasti terjadi. Bencana adalah kejadian yang berulang. Makanya harus selalu waspada dan tanggap bencana.

Apakah Sudah Ada SOP Penanggulangan Inklusif Bagi Disabilitas OYPMK?

Aplikasi penanggulangan bencana


Pak Papang menuturkan bahwa Semua SOP sudah ada. Ada aplikasi yang bisa kita download di Play Store yang bernama inaRISK Personal. Disana kita bisa tahu apa yang sedang terjadi, resikonya dan bagaimana upaya yang bisa dilakukan.

Sebelum terjadi bencana, saat bencana dan setelahnya. Cara kita mengedukasi masyarakat karena semua sudah menggunakan smartphone. Karena di Indonesia lebih banyak handphone daripada penggunanya. Maka, manfaatkanlah aplikasi tersebut sebaik-baiknya.

Harapan Mas Bejo sendiri terkait penanggulangan bencana ini dari pihak BNPB lebih ditingkatkan lagi. Apalagi terkait isu kusta ini tidak ada yang membedakan cara penanggulangannya atau ada tim khusus yang membantu dalam bencana alam. Kita harus selalu siap terhadap bencana dan mari kita gaungkan siaga bencana.










Related Posts

Posting Komentar