cerita mbun

Jalan atau Berhenti?

 

Perjalanan hidup memang tidak mudah. Kita akan selalu dihadapkan pada sebuah pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup. Keraguan dalam melangkah dan dihadapkan pada sebuah pilihan yang membingungkan. Tanpa sadar, diri sendirilah yang membuat posisi semakin sulit.

Berawal dari keinginan manusia yang terlalu banyak. Ambisius melebihi kapasitasnya, seringkali menambah berat beban yang sudah ada dipundak. Padahal pundak keduanya harus seimbang, selaras dengan tujuan hidup.

Sadar gak sih, kalau keinginan kita itu berubah-ubah dari waktu ke waktu? Artinya, keinginan dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Adakah yang tetap konsisten dengan mimpinya ketika kecil, hingga ia dapat meraihnya saat beranjak dewasa? Mungkin ada, jika satu keluarga punya mimpi yang sama atau mimpi tersebut dikelola dengan baik. Beruntunglah mereka yang dapat memanage mimpinya sedari kecil dan tahu apa yang menjadi keinginananya. 

Pilihan yang Bingung



Waktu kecil cita-citaku ingin menjadi dokter. Main dokter-dokteran sangat menyenangkan. Aku berpura-pura menjadi dokternya dan temanku berpura-pura menjadi pasiennya. Mudah sekali mengucapkan ingin menjadi dokter saat itu, tanpa mengenal pelajaran sains. Ah, dasar bocah! 

Beranjak sekolah menengah pertama, keinginan itu berubah lagi. Saat itu aku menyukai guru bahasa inggris. Cara penyampaianmya jelas dan menarik. Jadilah aku menyukai mata pelajaran itu. Aku mencari tahu hingga aku tertarik dengan western. Film dan lagu yang paling aku cari. Liriknya aku hafalkan demi bisa lancar mengucapkannya. 

Kamu tau aku ingin jadi apa? Yap, jadi Tour Guide! Pemandu wisata yang memandu turis asing yang sedang liburan di Indonesia. Atau hanya memandu wisatawan lokal yang pandai berbahasa asing. Sambil berimajinasi mimpi yang menjadi kenyataan, bekerja sambil jalan-jalan.

Apakah Tour Guide tetap jadi pilihanku? Tak cukup sampai disitu, sudah beda lagi pilihanku. Beranjak menengah atas, aku ingin menjadi penulis. Aku mulai menyukai novelnya bunda Asma Nadia. Aku ingin bisa menulis seperti itu. Saat itu juga aku mengenal blog. Aku mulai menulis ocehanku di blog dan banyak membaca novel. 

Sebenarnya aku suka baca novel dan komik sejak dari kecil. Dan menjadi langganan sebuah majalah. Saat kecil, majalah Bobo. Sudah besar majalah Gaul. Dan waktu kecil senang sekali mengarang, hingga dinominasi untuk lomba mengarang, tapi belum berhasil. Juga senang mengumpulkan artikel untuk digunting, lalu ditempelkan pada sebuah buku. Tak lupa menulis diary hingga saat ini, sudah menikah dan punya anak, tak tertinggal untuk menorehkan keseharian pada diary.

Mengenyam bangku kuliah, seharusnya aku masuk jurusan sastra, karena ingin jadi penulis. Tapi, aku malah melanjutkannya di Hukum Keluarga. Bingung gak? Aku juga bingung sama seperti kenapa aku bisa masuk SMK dengan jurusan Administrasi Perkantoran yang tak pernah aku bayangkan sama sekali. Yang aku ekspektasikan adalah masuk SMA dengan jurusan IPA. Tapi ternyata jauh dari harapan.

Ah, sudahlah! Sudah ada di jurusan hukum, yang terbaik yang aku lakukan adalah dengan kuliah yang rajin, belajar dengan sungguh-sungguh agar kelak menjadi Advokat Syariah. Aku aktif di organisasi kampus dan banyak hal yang aku pelajari. Nyatanya, setelah lulus aku tidak fokus untuk jadi Advokat. Aku malah bekerja disebuah perusahaan, lalu berpindah ke sebuah kantor notaris. Memang sama-sama dunia hukum, tapi beda konsentrasi. Alhasil, aku jadi belajar dari awal lagi. 

Menjelang pernikahan, membuat pilihanku jadi ikut berubah. Membuat visi dan misi juga ikut direvisi. Bagaimana caranya aku tetap bekerja tapi keluarga tetap bisa terjaga olehku. Pikirku, menjadi notaris sepertinya bisa mewujudkan itu, dengan cara buka praktek di rumah.

Nyatanya itu juga bukan hal yang mudah untuk diraih. Aku harus melanjutkan pendidikan magister khusus kenotariatan, magang dan ditempatkan sesuai peraturan. Dibikin bingung lagi dengan biaya pendidikan yang tak sedikit dan kebetulan di kotaku tidak ada jurusan magister kenotariatan. 

Setelah menikah, aku ingin mencoba berwirausaha dengan menciptakan sesuatu yang sudah aku impikan sejak lulus kuliah. Meski konsep sudah dirasa matang, tetap banyak rintangannya. Belajar terus, sampai membawaku untuk bergabung dengan @koperasipemudakarawang

Keputusan yang Sulit

Dari keinginan yang berubah-ubah itu membuat suatu kesimpulan bahwa aku memang tidak "fokus". Mengambil kesempatan yang ada didepan mata memang tidak ada salahnya, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Sedangkan pencarian akan terus berjalan seumur hidup. Kalau orang psikologi bilang mungkin aku mengalami Qrisis Life Quarter, yaitu kekhawatiran akan ketidakpastian untuk kehidupan dimasa depan. 

Tak mau berlarut dalam circle itu, aku terus mencari apa yang sebenarnya aku ingini. Minat dan bakat, serta potensi apa yang paling dekat denganku. Sampai aku belajar tentang  Self Love agar kondisi seperti ini tidak mempengaruhi apapun dalam hidupku. 

Kalau tujuannya finansial, seharusnya profesi apapun tidak masalah untukku. Tapi kenapa ego gelar masih saja menggangguku, huhu. Jalan atau berhenti? Ya, jalan dong! Terlepas banyak yang aku ingini, aku akan terus jalani yang ada dihadapanku dan berusaha tetap fokus.

Berhenti bukan jawaban, maka aku akan terus jalankan. Demi cuan, hehe. Untuk saat ini fokus, terus berkarya dan maksimalkan potensi yang ada. Karena ada sang buah hati yang jadi prioritas. Gak tahu nanti seperti apa konsepnya kalau dirinya sudah besar. (Semoga yang baca gak emosi yaa).

Entah seperti apa nanti, aku di masa depan semoga sudah bisa menertawakan tulisan ini yang berarti aku sudah berhasil menemukan. 

Kalau kamu pernah gak ngalamin hal sama kaya aku? Atau kamu termasuk orang yang beruntung tersebut? Sharing pengalamannya yuk!


Related Posts

2 komentar

  1. Apakah seumuran karna jaman ku kecil juga suka majalah Bobo dan hadiah buku cerita dari susu Dancow🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha feelingku juga gitu kalau baca chat kakak di grup wkwkwk. 94 nih aku uppss 🙈

      Hapus

Posting Komentar