cerita mbun

Takut Cabut Gigi Berlubang? Perhatikan Hal Berikut!

11 komentar
                                Takut saat akan cabut gigi
Selama 28 tahun ini aku tidak pernah mengalami sakit gigi. Aku merasa gigiku baik-baik saja sehingga aku tidak pernah memeriksakannya ke dokter gigi. Dokter gigi sendiri terasa asing bagiku.

Tapi sakit gigi berlubang bukan hal yang tabu bagiku, pasalnya mama dan adikku sering sekali sakit gigi. Aku tidak bisa bayangkan, adikku terkena sakit gigi sedari kecil. Kasihan sekali, tapi tak jarang aku juga sering mengejeknya.

“Jangan ledekin orang yang sakit gigi, nanti ngerasain sendiri sakitnya lebih dari ini!”. Mama berulang kali mengingatkanku bahkan terdengar seperti mengancam tiap kali aku menggoda adikku yang sedang sakit gigi.

Adikku pun ikut mengaminkan ucapan mamaku, tak lupa juga ikut mengomeliku yang terlihat begitu bangga tidak pernah merasakan sakit gigi. Aku tidak pernah berempati sampai aku merasakannya sendiri betapa luar biasa sakitnya sakit gigi.

Sakit gigi sangat mengganggu aktivitasku, tidak bisa tidur dengan nyenyak dan sungguh membuat pusing kepala. Sakitnya saja tak terhankan, apalagi disarankan untuk cabut gigi berlubang? Aku sangat takut cabut gigi berlubang.

Periksakan Gigi Setiap 6 Bulan Sekali


Aku cukup rajin untuk disebut rajin sikat gigi setiap pagi dan sore. Kadang juga aku menggunakan larutan kumur-kumur agar nafasku lebih segar. Tapi, kenapa ya aku masih sakit gigi?

Tahun 2017 aku pernah merasakan sakit gigi yang membuatku linu, tidak sampai mengganggu aktivitasku bahkan aku masih bisa kerja di kantor seperti baisa. Aku periksakan gigiku, hanya dibersihkan saja. Jadi, aku pikir mungkin gigiku sedang sensitif.

Seharusnya dari situ aku sudah mulai sadar harus memeriksakan gigiku setiap 6 bulan sekali. Karena aku tidak merasakan sakit, jadi aku abai saja. Padahal disitulah pentingnya periksakan gigi setiap 6 bulan sekali.
Kita jadi tahu apakah gigi kita bermasalah atau tidak, berlubang atau tidak. Jika tidak ada masalah pun alangkah baiknya bila dibersihkan agar flek tidak semakin menumpuk.

Seperti saat aku periksakan gigiku, ternyata gigiku berlubang. Pantas saja aku merasa seperti bergoyang, tapi aku tidak yakin apakah gigiku goyang atau tidak. Karena kalau aku bercermin aman-aman saja.

Ternyata setelah diperiksa dokter gigi, gigiku berlubang sudah parah dan kena syaraf. Aku sampai terbengong karena aku tidak sadar kalau ternyata gigiku berlubang. Karena letaknya tidak terlihat oleh aku ketika bercermin. Letak lubangnya didalam, pantas saja tidak terlihat olehku.

“Itulah pentingnya dihimbau untuk periksakan gigi setiap 6 bulan sekali” kata dokter yang memeriksa gigiku mengingatkan. Karena kita tidak bisa mendiagnosa sendiri bagaimana keadaan gigi kita yang hanya bisa diperiksa oleh ahlinya.

Mungkin kalau aku tidak skat gigi, aku tidak akan pernah periksa ke dokter gigi. Baru sadar kalau periksa ke dokter gigi sepenting itu. Dan aku rasakan sendiri manfaatnya. Dari situ, aku lebih aware terhadap gigiku.

Pertama Kali Sakit Gigi


Akhir-akhir ini aku mulai merasa tidak nyaman dengan gigiku. Setiap makan selalu nyangkut di gigi apalagi jika sudah makan ayam goreng atau daging-dagingan.

Hingga pada malam hari aku merasakan sakit gigi luar biasa. Rasanya cenat cenut yang membuatku tidak bisa tidur. Untungnya anakku sudah tidur, aku jadi bisa beristirahat dan mencoba berbagai cara untuk menyembuhkan rasa nyerinya.

Aku jadi ingat kontraksi saat akan melahirkan Aqlan, menurutku ini sama sakitnya juga. Sakit tak tertahankan. Untungnya suamiku belum pulang jadi aku bisa minta tolong dibelikan obat sakit gigi.

Aku sudah minum obat tapi sakit giginya semakin tak tertahan hingga tak terasa aku menangis menahan sakitnya. Tapi, sakit pun tak merubah apapun, hingga aku kecapean dan tertidur.

Besoknya aku langsung ke dokter gigi karena sudah tidak tahan sakitnya hilang timbul, seketika aku langsung ingat mama dan adikku. Saat ke dokter gigi aku mengabari mamaku. Dan muka ejekan adikku terbayang saat itu juga.

Tambal Gigi atau Cabut Gigi


Saat periksa awal, dokter membersihkan gigiku dan memasukan sesuatu ditempat gigiku berlubang. Juga memberikan obat-obatan untuk meredakan sakit gigi.

Minggu depannya aku kontrol lagi karena gigiku masih harus diobservasi keadaannya. Dokter menjelaskan kondisi gigiku dan bertanya ingin diapakan giginya. Aku tak mengerti banyak hal tentang gigi, yang penting aku bisa mengunyah dengan nyaman seperti sedia kala.

Obat dari klinik sudah habis, sedangkan jadwal dokternya hanya dari Senin sampai Rabu. Untuk menunggu hari Senin terasa sangat panjang bagiku dengan sakit gigi yang muncul dan hilang.

Dengan saran mama, aku membeli obat di apotek yang biasa mama minum. Dan ternyata obatnya juga rekomendasi dari dokter yang memeriksaku. 

Kontrol kedua, dengan kondisi yang masih terasa tidak nyaman dokter memberikan pilihan tambal gigi atau cabut gigi. Melihat kondisi gigiku dokter menyarankan lebih baik aku dicabut gigi saja. Karena kalau tambal gigi perawatannya banyak dan sepertinya gigiku juga sudah tidak bisa dipertahankan lagi. 

Pilihan yang sulit. Karena dua-duanya membuat aku takut. Membayangkan alat-alatnya membuatku merinding ngeri. 

Pilihanku jatuh pada tambal gigi. Aku masih ingin mempertahankan gigiku. Tak rela harus membayangkan di usia 28 tahun sudah ompong.

Karena kebetulan ada gangguan jaringan saat proses rujuk, aku tidak langsung dirujuk ke rumah sakit. Sehingga aku punya banyak waktu untuk kembali berpikir dan mempersiapkan diri untuk langkah selanjutnya apakah aku benar-benar siap untuk tambal gigi, terlepas tambal gigi tidak bisa di cover BPJS. 

Aku memeriksakan gigi dengan menggunakan BPJS kesehatan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Fyi, BPJS Kesehatan hanya bisa mengcover cabut gigi di faskes tingkat 1, yaitu klinik tempat aku periksa. Sementara tambal gigi dilakukan di rumah sakit dan tidak cover BPJS dan biayanya cukup lumayan.

Setiap gigi yang ada pada setiap orang jauh lebih berharga daripada berlian. -Marzuki Cokroaminoto.

Terlepas dari beban biaya tambal gigi yang tidak tercover, sepertinya memang gigiku sudah tidak bisa dipertahankan. Dan aku mulai mempertimbangkan untuk cabut gigi. 

Setelah aku mencari referensi untuk mempersiapkan diri degan membaca banyak artikel tentang proses cabut gigi agar aku tidak takut cabut gigi berlubang. Serta tanya pengalaman teman yang sudah cabut gigi. 

Aku juga tanya teman yang sudah pernah di tambal giginya dan bagaimana perawatannya. Tidak lupa aku pun diskusi dengan suami untuk mempertimbangkan segala sesuatunya, akhirnya aku merubah keputusanku.

Kontrol ketiga, aku bilang ke dokter kalau aku mau cabut gigi saja. Dari awal pemeriksaan memang pengobatan terus dilakukan sehingga ketika akan dicabut gigiku sudah dalam keadaan tidak sakit. 

Kontrol ketiga ini buat aku sangat deg-degan dan ragu untuk pergi ke klinik. Tapi, demi tidak mau sakit gigi lagi, aku niatkan langkah kakiku ke klinik dengan hati yang berdebar.

Aku sungguh takut untuk cabut gigi. Aku mempersiapkan segala sesuatunya, tapi lupa satu hal. Banyak yang harus diperhatikan saat akan cabut gigi. Berikut hal-hal apa saja yang harus diperhatikan saat akan cabut gigi berlubang.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Saat Akan Cabut Gigi Berlubang

                                            Perhatikan hal berikut saya cabut gigi
Dari pengalamanku yang akan cabut gigi berlubang ternyata selain siap fisik kita juga harus siap psikis. Cabut gigi berlubang harus dilakukan dalam keadaan siap. Berikut hal yang harus diperhatikan saat akan cabut gigi berlubang.

1. Tenang dan Jangan Takut

Ini hal penting yang terlewat dari persiapanku. Aku tak menduga kalau hal ini akan terjadi. Aku sudah cukup siap dengan proses cabut gigi karena sudah tau prosesnya diceritakan teman.

Aku dibius lokal diarea gusi. Sembari menunggu biusnya bekerja, dokter menyiapkan peralatan cabut gigi lainnya. 

Saat dokter tengah bersiap-siap itulah aku mulai membayangkan hal-hal yang tidak diinginkan yang membuat aku menjadi overthingking.

Dokter bertanya apakah ada rasa pusing. Aku menjawab "pusing banget, Dok sama ngantuk juga". Saat mendengar aku ngantuk, dokter bilang aku jangan tidur dan segera ambilkan aku air minum.

Ketakutan yang aku alami direspon otak dan tubuhku seketika menjadi lemas. Seperti abis operasi sesar, aku tidak bisa jalan apalagi melangkah ke kamar mandi yang saat itu aku ingin buang air kecil. 

Dokter begitu baik merawatku dan memberi semangat bahwa aku harus bisa mengontrol mind setku agar aku tidak takut lagi. Karena kalau masih lemas, aku bisa saja diinfus.

Entah ini kejadian konyol atau menegangkan, akhirnya aku tidak jadi cabut gigi karena badanku lemas akibat ketakutanku. Aku jadi merasa bersalah sama dokter yang sudah membantuku. Harusnya aku ceritakan dari awal kalau aku takut cabut gigi. 

Nah, buat kalian yang takut cabut gigi juga seperti aku, sebelum cabut penting banget untuk menceritakan semua kondisi kita termasuk apa yang kita rasakan. 

Agar dokter bisa bertindak sesuai yang kita rasakan. Jadinya, aku kembali di rujuk karena aku gagal cabut gigi di faskes 1. 

Tentu saja efek biusnya masih terasa sehingga aku sudah membuka mulut untuk makan. Cabut Gigi ya belum, tapi udah ngerasain biusnya, wkwk. Operasi sesar aja gak takut, tapi cabut gigi takut. 

2. Tidak Mempunyai Riwayat Penyakit Kronis


Pastikan ketika akan cabut gigi, tidak punya riwayat sakit kronis yang bisa membahayakan tubuh kita nantinya.

Dokter yang memeriksaku bercerita saat itu ada pasien yang tidak bilang punya penyakit. Sehingga setelah dibius dia malah mual dan muntah. 

Nah, penting banget kan kita bilang kondisi kita dengan dokter. Dokter tahu apa yang harus dilakukan. Dengan kita bilang ke dokter, kita Juda turut mensupport pekerjaan dokter.

3. Pastikan Gigi Tidak Sedang Sakit


Sebelum dilakukan pencabutan gigi, bagian gigi berlubang diobati dulu. Sehingga tida sakit lagi ketika akan dicabut. Proses cabut gigi tentu saja tidak dilakukan jika gigi sedang sakit ya.

4. Wanita Hamil Tidak Boleh Cabut Gigi


Obat-obatan di luar kehamilan bisa membahayakan ibu dan janin. Untuk wanita yang sedang hamil, selalu konsultasikan obat yang akan dikonsumsikan oleh ibu hamil.

5. Beritahu Dokter Jika Sedang Mengonsumsi Obat-obatan atau Vitamin


Jika sedang mengonsumsi obat-obatan atau vitamin juga penting untuk diberitahukan kepada dikter yang akan mencabut gigi.


Kesimpulan


Untuk proses rujukan ke rumah sakit dilakukan jika aku benar-benar siap. Dan jika dirujuk aku harus menceritakan kejadian di klinik yang menyebabkan aku gagal cabut gigi berlubang. 

Sampai saat ini aku merasa belum siap, entah sampai kapan mana bentar lagi tahun baru, hehe. Kamu pernah mengalami cabut gigi gak? Sharing dong bagaimana pengalamannya. Apakah kamu pernah merasa takut atau tidak?









Related Posts

11 komentar

  1. Aku juga belum berani cabut gigi, Mbak. Samaan, seharusnya udah ada tindakan karena aku juga udah dapat rujukan dari faskes 1.

    BalasHapus
  2. Aku aja mau cabut gigi maju mundur mbak. Ini kutahan tahan aja sakit gigi wkwk.. Tapi kalau lagi sakit gigi, pengen dicabut saja. Tapi pas Ga sakit sayang juga dicabut hahaha angel.. Angeeel... Ini lagi mengumpulkan keberanian buat cabut gigi graham.
    Btw, aku Baru tahu kalau tambal tidak di cover bpjs lho.

    BalasHapus
  3. Aku dulu tuh takut sama dokter gigi sampai gigiku berlubang dan sisa akar aja mba. Entah gimana aku nemu artikel soal kanker atau penyakit gusi yang bikin aku ngeri, jadi aku memilih memberanikan diri ke dokter gigi deh.

    BalasHapus
  4. Semoga lekas sembuh yaa mbaa, mengikuti saran dokter lebih tepat dan lihat kesiapan diri.
    Tetap periksa dan konsultasi sama dokter gigi dan jika masih bisa diselamatkan dengan ditambal, bisa diikhtiarkan sesuai saran dokter.

    Aku pun sama tidak rela ompong di usia yang masih tergolong muda, bismillah semoga masih bisa ditambal mbaa 🤲

    BalasHapus
  5. Belom lama ini aku operasi gigi bungsu, mba. Jgn dibayangkan rasa sakitnya 🥲🥲 dah lah gamau mengingat2. 😂😂 tapi emang kesehatan gigi tu kadang sering diabaikan, padahal kalau udh sakit bnr2 ganggu aktivitas bgt. Dan biayanya ..... Hmm, semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan kemudahan,

    BalasHapus
  6. Waah, sepertinya aku juga ingin mencoba cabut gigiku nih. Makasih sudah berbagi pengalamannya, Mbak. Jadi lumayan tenang dan mantep buat cabut gigi nih

    BalasHapus
  7. Waduh merasa tertempar nampaknya sudah beberapa tahun lalu periksa gigi. Padahal penting, tapi tidak pernah menyisihkan waktu untuk periksa gigi.

    BalasHapus
  8. Sakit gigi walaupun jauh dari emergensi, tapi sangat mengganggu aktivitas dan mengurangi produktivitas. Saya pertama kali sakit gigi waktu SMA. KApok deh....

    BalasHapus
  9. Huhuhu, cabut gigi tuh hal yg lumayan menyeramkan ya mba..klo suami justru mau cabut gigi tpi bukan krna berlubang tapi impaksi

    BalasHapus
  10. Berasa sangat telat paham akan menjaga kesehatan gigi. Edukasi begini harus dilakukan sejak dini, biar merawat gigi lebih disiplin. lebih baik menjaga gigi bawaandari anugerah Tuhan ketimbang harus cabut gigi ya, uuugh, deep pembahasan ini

    BalasHapus
  11. Ternyata di manapun kita mengalami masalah gigi tetap ada aja kesulitannya, ya. Heu. Kalau di tempatku, harus nunggu berbulan-bulan untuk dapat jadwal dokter gigi dan ribet sama asuransi. Di Indonesia, ternyata asuransi pun tidak mengcover tambal gigi di rumah sakit. Udah paling enak emang gak sakit gigi, ya. Setuju sama quotenya, gigi itu kayak berlian!

    BalasHapus

Posting Komentar