Menjadi bagian dari buku Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya (Lunch Traditions in Indonesia: A collection of Dishes and Displays) adalah pengalaman yang sangat berkesan bagiku. Rasanya bangga sekali menjadi salah satu kontributor dengan menuliskan salah satu tradisi makan siang khas Sunda.
Tulisanku dalam buku ini mengangkat sesuatu yang sederhana, dekat, dan sangat Indonesia yaitu, tradisi makan siang ala ibu rumah tangga dengan hidangan sayur asem. Sebagai seorang ibu rumah tangga dan Blogger yang suka menulis, aku tidak pernah menyangka cerita sederhana itu bisa berdampingan dengan kisah penulis tradisi makan siang lain di seluruh wilayah Indonesia.
Sayur asem mungkin begitu familiar di masyarakat Indonesia, karena bukan hanya dikenal masakan Sunda, tapi Jawa dan Betawi pun memilikinya. Namun, aku tetap bangga mengenalkannya dalam bentuk makanan sehari-hari yang aku kenal sejak kecil dalam tradisi sunda. Kalau kata orang Sunda, makan itu nggak nikmat kalau tidak ada sayur asem, lalapan dan sambal.
Buku ini sangat kaya dengan cerita resep masakan dan makna budaya dibalik setiap masakan yang khas. Penasaran kan ada apa aja di balik buku antologi yang ditulis 40 penulis yang luar biasa ini? Yuk simak review-nya ya!
Identias Buku Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya
- Judul: Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya
- Penulis: 40 Penulis Food Blogger Indonesia
- Editor: Amanda Katili Niode, Ph.D
- Translator: Awi Chin
- Desain Cover: Ghofar I. Amar
- Ilustrasi Isi: goodteadesign
- Penata Letak: goodteadesign
- Penerbit: CV. Diomedia
- Cetakan Pertama: Agustus 2025
- Jumlah Halaman: XXIV + 482 hal
- Dimensi Buku: 20x23 cm
- No. ISBN: 978-634-7208-12-5
“Makan siang bukan hanya tentang menikmati hidangan, dan mengenyangkan diri, tetapi juga tentang mengisi hati, dengan kebersamaan, ketenangan dan rasa syukur” -Amanda Katili Niode (Ketua Omar Niode Foundation)Buku TMSI berisi 40 tulisan dari 17 provinsi dan 8 pulau di Indonesia. Ketika aku membaca tulisan para penulis lain, aku merasa seperti sedang berjalan keliling Nusantara hanya lewat cerita makan siang. Setiap tulisan mewakili kehangatan rumah, tradisi, dan suasana khas daerah masing-masing.
Ada hidangan yang mungkin sudah sangat dikenal, ada juga yang nama dan proses memasaknya baru pertama kali aku dengar. Keragaman itu membuat aku tersadar bahwa Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang nyaris tak ada habisnya.
Tapi buku TMSI bukan hanya soal resep masakan yang ada di Indonesia, lebih dari itu buku ini istimewa karena mengangkat hal yang dekat, sederhana dan lebih personal namun memiliki makna budaya yang begitu besar.
Secara visual, buku ini juga sangat memanjakan mata. Desainnya rapi dan elegan, foto-foto hidangannya autentik, dan setiap halaman terasa hidup. Halaman demi halaman mampu membuat aku menelan ludah merasakan kelezatan makanan tersebut, hehe. Semoga ada kesempatan untuk aku menikmati makanan khas yang beragam di Indonesia.
Format bilingual membuat buku ini mudah diakses pembaca luar negeri dan memperluas jangkauan narasi kuliner Indonesia. Dengan penggunaan bahasa inggris di sebelahnya, menambah kesan mewah pada bukunya.
Sambutan dalam buku TMSI juga para pakar di bidangnya seperti:
- Rinna Syawal, S.P., M.P, (Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan, Badan Pangan Nasional)
- Silverius Oscar Unggul (Penasihat Utama Menteri Kehutanan RI)
- Ken Albala (Tully Knowles Endowed Professor of History, University of the Pacific, Stockton, California, USA)
Sementara Prolog buku oleh Mei Batubara, Direktur Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia dan Epilog oleh mbak Katerina, dari Komunitas Food Blogger Indonesia (FBI).
Buku Tradisi Makan Siang Indonesia adalah buku premium yang aku miliki diantara buku antologi lainnya. Warnanya yang cerah dan isinya yang begitu kaya, mencerminkan effort dari proses pembuatannya. Wah pokoknya bikin aku speechless.
Selain itu, buku ini bagiku seperti kumpulan memori dan selebrasi identitas bangsa melalui makanan sehari-hari. Aku bangga menjadi salah satu penulisnya, dan berharap buku ini dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk mengenali, menghargai, dan melestarikan tradisi makan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Ragam Tradisi Makan Siang dari Berbagai Daerah
Aku hampir saja melupakan proses buku ini, karena semenjak dihubungi mbak Katerina dari komunitas Food Blogger Indonesia (FBI), lama tidak ada kelanjutannya. Tak masalah bagiku, karena hanya tinggal menunggu saja, hehe.Namun, kabar baik itu kembali datang dalam sebuah buku yang sangat eksklusif. Bagaimana tidak, buku ini dikemas begitu apik dan mewah dengan dua bilingual, alias dua bahasa yang membuat buku ini terlihat semakin “mahal”.
Sejak awal adanya lomba aku langsung tertarik untuk mengikutinya karena teringat dengan sayur asem makanan yang kental dengan adat Sunda. Menuliskan tradisi makan siang dari daerahku membuat aku kembali mengingat banyak kenangan masa kecil, aroma dapur, suara Mama saat menyiapkan makanan, suasana makan bersama, hingga cerita-cerita kecil yang tak pernah aku sadari ternyata begitu bernilai.
Belum lagi tulisan ini dinilai oleh juri yang kompeten dibidangnya. Dinilai langsung oleh Chef Ragil Imam Wibowo, Mbak Katerina, Blogger senior dan Ibu Amanda Katili, Ketua Omar Niode Foundation.
Sungguh suatu pengalaman yang sangat berharga. Rasanya begitu menyentuh karena tulisannya begitu diapresiasi. Rencana awal akan dibuatkan ebook, namun aku sangat kaget ketika dijadikan buku fisik senilai 700 ribu.
Melalui proses menulis, aku belajar bahwa apa yang tampak sebagai rutinitas sehari-hari bagi para ibu rumah tangga sebenarnya adalah warisan budaya yang terus hidup dari generasi ke generasi. Sayur asem, dengan bahan-bahan lokal seperti asam, jagung manis, kacang panjang, dan melinjo, bukan hanya makanan yang menyegarkan, tapi cerita tentang ketersediaan pangan lokal, kearifan memilih bahan, hingga cara memasak yang diwariskan turun-temurun.
TMSI juga mencakup ragam hidangan siang seperti papeda dari Papua, soto Banjar dari Kalimantan Selatan, hingga rujak cingur dari Jawa Timur. Meski beragam, semuanya terhubung oleh makan siang, yang merupakan ritual sosial yang menyatukan keluarga dan komunitas. Melalui buku ini aku jadi tahu makanan dari daerah lain yang ingin aku coba.
Aku bangga menjadi bagian dari perjalanan ini, dan bisa menghadirkan cerita ibu rumah tangga Indonesia ke dalam sebuah buku yang merayakan kekayaan budaya kita.
Para penulis tidak hanya menjelaskan hidangan khas, tetapi juga menghadirkan konteks sosial dan emosional di baliknya. Cara memasak, kapan makanan itu dibuat, bagaimana tradisi makan siang berlangsung dalam keluarga, hingga perubahan yang terjadi dari masa ke masa. Pembaca bisa merasakan bahwa makan siang bukan hanya ritual mengisi perut, tetapi juga simbol kebersamaan, identitas, dan memori yang tak terlupakan.
Penghargaan Buku Tradisi Makan Siang
Buku ini diluncurkan di Ubud Food Festival pada 31 Mei 2025. Lalu, pada 16 Oktober 2025 diadakan Book Talk bersama Mei Batubara, mbak Katerina, Ibu Amanda Katili dan para penulis buku Tradisi Makan Siang Indonesia.Bincang santai semakin seru karena ada icip-icip blue food kreasi oleh Chef Ragil Imam Wibowo yang masakannya selalu menggugah selera.
Baru-baru ini buku TMSI mendapatkan penghargaan “Best Book in the World” dari Gourmand Awards, menjadi bukti bahwa cerita-cerita kuliner Indonesia tidak hanya menarik bagi pembaca lokal, tetapi juga diapresiasi di panggung internasional.
Sebagai bagian kecil dari proyek ini, aku merasa bangga sekaligus terharu, bahwa cerita yang aku tulis ikut menjadi bagian dari warisan budaya yang lebih besar dan tentunya semakin banyak yang membacanya.
Sebagai salah satu kontributor, membaca bukunya aku merasa buku ini mengajak kita untuk kembali menghargai hal-hal kecil yang ternyata memiliki dampak besar dalam kehidupan sehari-hari.
Dibalik cerita sederhana tersimpan memori yang kaya dan tak terlupakan. Melalui cerita makanan dalam buku TMSI dengan tradisinya, berhasil membuat kita merasa pulang ke "rumah".
Sebagai bagian kecil dari proyek ini, aku merasa bangga sekaligus terharu, bahwa cerita yang aku tulis ikut menjadi bagian dari warisan budaya yang lebih besar dan tentunya semakin banyak yang membacanya.
Kesimpulan
Buku Tradisi Makan Siang Indonesia bukan hanya kumpulan resep tentang makanan, tetapi juga cermin kecil yang memantulkan identitas kita sebagai bangsa. Melalui pengalaman pribadi tiap penulis, antologi ini menunjukkan bahwa makan siang bukan hanya sekedar rutinitas harian, namun sesuatu yang menyimpan makna.Sebagai salah satu kontributor, membaca bukunya aku merasa buku ini mengajak kita untuk kembali menghargai hal-hal kecil yang ternyata memiliki dampak besar dalam kehidupan sehari-hari.
Dibalik cerita sederhana tersimpan memori yang kaya dan tak terlupakan. Melalui cerita makanan dalam buku TMSI dengan tradisinya, berhasil membuat kita merasa pulang ke "rumah".













Posting Komentar
Posting Komentar