cerita mbun

Belajar Berpuasa




“Assalamu’alaikum Umi... Umi buka pintunyaaa...”, ketuk pintu di siang hari terdengar begitu keras ketika Khaira putri bungsu dari Uminya itu datang pulang sekoah.“Wa’alaikumsalam Nak, masya Allah ada apa Nak?’, tanya heran Ibunya ketika melihat anaknya yang cantik jelita ini begitu bersemangat. 
“hehe maafin Khaira Umi sudah mengagetkan Umi, tadi Ustadzah Zahra disekolah bilang kalau bulan Ramadhan itu sebentar lagi. Apa benar Umi?”, jelas Khaira begitu bersemangat karena seolah tidak percaya bahwa bulan yang penuh berkah dan rahmat itu akan segera tiba.
Ibunya yang sedari tadi sedang membersihkan rumah, berhenti sejenak untuk menjelaskan pertanyaan yang diajukan putrinya itu. Rumah yang selalu dibersihkan setiap harinya. Karena lingkungan yang bersih dapat terhindar dari penyakit. Juga seperti yang dicontohkan Rasulullah bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
Ibunya tersenyum, lalu kemudian menjawab, “Betul Nak”.
“Betul?”, Khaira kembali mengulang jawaban Uminya dengan wajah yang begitu gembira.
“Betul Nak, di bulan Ramadhan kita diperintahkan untuk berpuasa”, Uminya kembali menjelaskan.
“Puasa menahan lapar dan haus itu ya mi?”, tanya Khaira yang wajahnya sekarang berubah menjadi sedih.
“Iya Nak, tapi sekarang kamu ganti baju dulu ya. Lalu sholat setelah itu kita makan siang. Umi sudah masak makanan yang enak untuk kamu. Nanti sesudah makan, Umi jelaskan kenapa kita sebagai umat Muslim harus berpuasa. Khaira yang solehah dan cantik mau kan mendengarkan cerita Umi?’’
“Mau miiiiiiiiii!!”
Khaira tambah semangat ketika mendengar Uminya telah memasak makanan yang enak untuk dirinya. Karena perut  Khaira sudah bunyi sejak dari tadi dalam perjalanan pulang dari sekolahnya menuju rumahnya. Panasnya matahari di jalan dan wanginya masakan Uminya membuat Khaira ingin segera menyantap makanan paling enak Uminya itu, yang menjadi makanan kesukaannya, yaitu sup ayam dengan banyak sayurannya.
Tapi Ia harus mengganti pakaian lalu shalat. Kata Ayah, anak solehah pulang sekolah harus segera mengganti seragam sekolah dengan baju santai di rumah. Karena seragam sekolah itu digunakan disekolah untuk belajar bukan untuk digunakan di rumah. Khira ingin jadi anak solehah, maka ia pun menurut apa yang dikatakan orang tuanya. Lalu ia shalat lima waktu seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.  
Setelah mengganti baju dan makan siang bersama, Khaira menemui Uminya yang sedari tadi sudah memanggil-manggil. Khaira duduk disebelah Ibunya dengan siap akan mendengarkan cerita Ibunya yang sudah dijanjikan oleh Ibunya.  Khaira pun mengulang pertanyaannya kembali.
“Jadi, minggu depan beneran kita semua berpuasa mi?”
“Iya Khaira, selama kita berpuasa, kita harus menahan lapar dan haus. Nanti khaira belajar berpuasa ya?”. 
“Jadi nanti kalau Khaira puasa, Khaira gak makan sama minum mi?”
“Benar sayang. Menahan lapar dan haus sampai waktu adzan magrib tiba.”
“Kenapa kita tidak boleh makan dan minum selama bulan puasa mi? Nanti kalau Khaira lapar gimana?”, tanya Khaira penasaran
Uminya tersenyum, lalu kemudian menjawab pertanyaan Khaira. “Pertanyaan yang bagus Khaira. Selama berpuasa itu tidak boleh makan dan minum karena itu sudah diperintahkan Allah SWT, agar kita juga bisa merasakan bagaimana susahnya orang yang kelaparan karena tidak mempunyai makanan untuk dimakan atau karena tidak puya uang untuk membelinya. Karena diluar sana masih banyak anak-anak yang kurang beruntung yang belum tentu setiap harinya mereka menemukan makanan Khaira. Jadi, kita harus lebih banyak bersyukur lagi Khaira...”
“Iya Umi”, Khaira menjawab sambil membayangkan betapa sedihnya teman-teman Khaira diluar sana yang tidak bisa makan enak seperti yang dilakukannya sepulang sekolah seperti tadi. Khiara sedih.
“Nah, Khaira mau kan belajar puasa satu bulan penuh?”
“Nanti kalau Khaira lapar gimana mi?”
“Khaira.... anak solehah tidak boleh mengeluh. Insya Allah, jika niat kita berpuasa karena Allah, Allah akan memudahkan puasa kita. Apalagi Khaira tahun lalu sudah pernah mencobanya satu kali, Khaira pasti bisa.”
“Iya Umi, Khaira akan mencobanya, kali ini tidak bolong-bolong”.
Khaira pun bertekad kali ini ntuk berpuasa tamat sampai magrib satu bulan penuh, karena sekarang sudah besar sudah kelas 2 SDIT. Pikir Khaira dalam hati.
*
Ttteeetttt.....Ttteeeettttt....Tttteeeettttt...
Bunyi bel sekolah terdengar keras sekali, membuat anak-anak SDIT Manbaul Ulum segera berlari memasuki kelas.
“Assalamu’alaikum anak-anak” Salam Ustadzah Zahra pagi ini membuat semangat anak-anak.
“Wa’alaikumsalam Ustadzah”, jawab anak-anak bersemangat.
“Wah, hari ini berseangat sekali ada apa ya?”, tanya Ustadzah Zahra penasaran bercampur senang karena melihat kecerian mereka.
“Hari ini kan hari pertama bulan Ramadhan Ustadzah”, Khaira menjawab dengan penuh semangat.
“Ah sebal tadi pagi aku jadi tidak sarapan, lalu nanti siang tidak makan dan minum kan nanti lapar Ustadzah  dan harus bangun pagi-pagi untuk makan sahur, kan masih ngantuk Ustadzah!”, celetuk Imron, anak laki-laki berbadan besar yang senang sekali makan sambil menutup mulutnya karena menahan kantuk.
“ckckck dasar Imron tukang makan!”, sahut Zaki sebal karena yang dipikirannya hanya makan saja. Dan seketika kelas menjadi gaduh karena saling bersahut-sahutan satu sama lain.
“Sssssttt...sudah sudah anak-anak. Jangan berantem. Di bulan Ramadhan kan kita harus menahan amarah juga. Ingat kan?”
Anak-anak saling menatap dan menundukkan kepala.
“Nah, ada yang masih ingat apa hukumnya puasa?”
“Wajib Ustadzah!”
“Betul sekali Khaira. Lalu, hari ini siapa yang sedang berpuasa?”
Semua anak-anak mengangkat tangan. Kecuali Fatma.
“kenapa Fatma tidak berpuasa?”
“Fatma tidak sahur ustadzah karena tidak bangun sewaktu Umi membangunkan untuk sahur” terang Fatma sambil menundukkan kepala.
Ustadzah Zahra tersenyum, “Ohhh... tidak apa-apa Fatma, besok masih ada kesempatan untuk berpuasa, jadi tidurnya jangan malam-malam agar nanti sewaktu sahur tidak mengantuk. Dan buat kalian yang berpuasa, tunggu buka puasa sampai waktu adzan magrib tiba ya. Tetapi jika tidak kuat menahan, boleh dibatalkan waktu dzuhur.  Terus ditingatkan dari hari ke hari, agar terbiasa sampai waktu magrib. Semuanya ingin puasa sebulan penuh kan?”, tanya Ustadzah.
“Iya Ustadzah”,  jawab anak-anak serempak.
“Khaira mau jadi anak solehah belajar puasa sampai magrib selama bulan Ramadhan menahan makan dan minum Ustadzah!”.
“Bagus Khaira. Tapi igat ya, jangan hanya menahan makan dan haus tapi harus menahan emosi juga”.
“kenapa sih Ustadzah kita harus menahan emosi?”, tanya Zaki yang dari tadi sudah tidak sabar ingin bertanya”.
“Karena kalau kita marah-marah dapat membatalkan puasa.”
Zaki masih tidak mengerti mengapa hanya karena marah-marah puasa kita mnejadi batal. Ustadzah Zahra kembali menjelskan “Karena kalau marah itu dapat membuat hati kita menjadi kotor dan menyakiti orang lain. Dan Allah tidak menyukai itu”
“Ooooohhh....”, sekarang Zaki dan anak-anak kelas 2 SDIT paham.
**
“Assalamu’alaikum Khaira”, terdengar pintu diketuk oleh Nabilah.
“Wa’alaikumsalam”, jawab Khaira sambil membukakan pintu rumahnya.
“Oh, Nabilah silahkan masuk, ada apa?”
“Aku ingin mengajak kamu mengaji sambil menunggu waktu berbuka puasa. Bagaimana?”
“Wah...ayok kita mengaji agar badan kita juga tidak lemas dan puasa kita semakin bersemangat ya. Kita ajak juga teman-teman yang lain. Semakin banyak yang mengaji semakin tambah semangat bukan hehe.” Balas Khaira dengan penuh semnagat karena senang diajak mengaji oleh sahabatnya Nabilah
“Iya..iya... ayo cepat ganti bajumu. Kita ajak teman-teman yang lain lalu kita ke mesjid. Ada Ustadz Sofyan yang akan mengajar mengaji kita. Nanti keburu Ustad nya datang nanti terlambat.”
“Oke deh tunggu sebentar ya bil”, jawab Khaira sambil beranjak pergi bergegas untuk bersiap-siap berganti baju.
Setelah berpamitan dengan Umi, Khaira pun pergi megaji dengan Nabilah berjalan kaki. Karena jarak rumah dengan mesjid tidak terlalu jauh. Sebelum pergi ke mesjid, Khaira pergi ke rumah Zaki, Imron dan Fatma untuk mengajak mereka mengaji. Dan mereka pun senang diajak mengaji. Rumah terakhir yang mereka kunjungi, rumah Fatma.
“Aku kan tidak puasa, aku malu kalau ikut mengaji.”
“Gapapa Fatma, kita kan mau belajar, tidak ada salahnya kan belajar?” Zaki membujuk.
“Iya betul tuh apa yang dibilang Zaki. Walaupun tadi siang aku sudah berbuka puasa karena tidak kuat menahan lapar hehehe”. Imron ikut membujuk walaupun jadinya yang lain berpandangan karena ternyata Imron sudah membatalkan puasanya.
“Huuuuhhh kamu ini gimana sih Imron, makan saja ingatnya, jadinya sudah batal kan pausanya”, Nabilah malah menyoraki Imron.
“Huuusshhh sudah-sudah kok malah jadi ribut. Ingat apa yang Ustadzah Zahra bilang kepada kita, jangan marah harus bisa menahan emosi.” Khaira mengingatkan.
“Astagfirullohaladzim... hehehe maaf ya teman-teman”, Nabilah meminta maaf.
“Ya sudah, yuk fatma kita berangkat mengaji. Kita pasti sduah ditunggu Ustad Sufyan”.
“Iya. Terima kasih ya kalian sudah mengajak aku mengaji.”
Akhirnya Fatma ikut mengaji. Khaira, Nabilah, Fatma, Imron dan Zaki berangkat ke mesjid sama-sama sambil bersolawat ntuk baginda Nabi Muhammad SAW. Sesampainya di mesjid, Ustad Sufyan dan teman-teman yang lain sudah menunggu dari tadi.
“Assalamu’alaikum Ustad”, sapa mereka serempak.
“Wa’alaikumsalam”, jawab salam dari Ustad Sufyan.
“Nah, karena semua sudah datang, ayo dibaca doa mau belajarnya lalu dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah”.
Mereka pun mulai membaca doa mau belajar dan Surat Al-Fatihah dengan bersemangat. Lalu menyetor hafalan surat-surat pendek. Tidak terasa waktu sudah mendekati waktu magrib. Mereka pun bergegas ke rumah masing-masing. Sebelum pulang Ustad Sufyan berpesan kepada mereka berlima.
“Jangan lupa hafalanmu Imron dan besok puasamu harus sampai magrib ya. Belajar sedikit-sedikit Insya Allah nanti terbiasa. Dan untuk Fatma, jangan tidur terlalu larut agar sahur tidak kesiangan dan belajar berpuasa sampai magrib juga ya.”
“Untuk Khaira, Zaki dan Nabilah.....”
Mendengar nama mereka disebut, mereka menoleh ke arah Ustad Sufyan.
“Iya Ustad”, mereka menjawab bersamaan
“Jangan hanya berpuasa, tapi harus bisa menahan emosi. Tingkatkan lagi belajar puasanya. Dan kalian hati-hati ya pulangnya”.
Mereka berpamitan dan berjanji besok ingin belajar mengaji lagi. Ustad Sufyan sangat baik dan sabar mengajari mereka belajar hafalan surat. Meski hafalan mereka masih terbata-bata.
***
Dug....Dug...Dug....
“Alhamdulillaaaaahh...”, seru Khaira senang akhirnya waktu yang ditunggu telah tiba. 
Banyak makanan di meja makan yang sudah disediakan Umi. Ada kolak pisang, teh manis, gorengan, es kelapa, kurma, dan masih banyak yang lain. Khaira langsung mengambil es kelapa sebelum Umi berhasil mencegahnya.
“Kalau buka puasa minum yang hangat dulu, Khaira. Nanti perutmu sakit Nak!”, Cegah Uminya.
“Kenapa bisa begitu Umi? Sedikit saja ya Umi, kan Khaira haus sekali, tenggorokan Khaira kering”, sesekali tangannya menunjukkan tenggorokannya.
“Selama berpuasa kan tubuh kosong, jadi sebaiknya diisi dengan yang manis. Ini minum teh manis hangat lalu kurma ya, agar perut tidak mual.”
Khaira menurut dan segera mengambil teh manis hangat yang sudah disediakan Uminya.
“Hayoh jangan lupa baca doa buka puasa dulu. Hafal kan doanya?”
“Allahumma baariklanaa fiiimaa rozaktana waqina ‘azza bannaar”, lalu dimiumnya teh manis hangat.
“Pintar sekali anak Umi”.
***
Khaira, Fatma, Nabillah, Zaki dan Imron mereka selalu pulang sekolah bersama karena rumah mereka berdekatan. Mereka menceritakan bagaimana perjuagan berbuka puasa kemarin sampai magrib. Dan alhamduilah berhasil melewatinya. Hari ini Fatma berpuasa karena tidak kesiangan sahur. Dan Imron berjanji kali ini harus bisa sampai magrib. Diperjalanan dari sekolah menuju rumah, mereka melihat anak seusia mereka makan di pinggir jalan.
“Astagfirullohaladzim kenapa anak itu makan disiang hari seperti ini?” Khaira heran.
“Dia tidak puasa sepertinya Khaira”, tambah Zaki.
“Bagaimana kalau kita tanya saja dia”, kata Imron.
“Iya, kasihan sekali bajunya saja kotor seperti itu” Nabilah yang asal saja langsung diperingatkan oleh teman-temannya.
Mereka pun menghampiri anak itu.
“Assalamu’alaikum, namamu siapa?” tanya Fatma.
Bukannya menjawab, anak itu malah berpaling.
“Kenalin, aku Khaira”, sambil mengulurkan tangannya.
Anak lelaki itu menoleh lalu kemudian menjawab pertanyaan Khaira.
“Aku Rizki”.
“Kenapa kamu malah makan disini sekarang kan lagi bulan Ramadhan, apakah kamu tidak malu?” tanya Imron.
Rizki bukannya menjawab malah menangis tersedu-sedu.
“Ih Imron jangan bicara seperti itu, kasian kan Rizki”. Fatma menenangkan.
“Sudah ya Rizki jangan sedih, kamu mau kan jadi teman kita. Ini fatma, Ini Nabilah, yang badannya besar ini Imron dan yang pake kacamata ini Zaki”.
Rizki menatap mereka satu persatu lalu mengangguk pelan.
“Kamu ceritakan saja semuanya sama kita, jangan sedih”, Khaira menambahkan.
“Aku hanya memungut sisa makanan ini, perutku lapar sekali.” Rizki masih tersedu sambil menundukkan kepala.
“Kamu tidak mau belajar puasa?”, Nabilan bertanya.
“Bagaimana aku mau puasa, kalau tiap hari saja aku kelaparan.”
Astagfirolohaladzim batin Khaira dan teman-temannya. Masih saja ada anak seusianya yang kelaparan. Khaira sedih sekali melihatnya. Pasti sedih sekali merasa kelaparan setiap hari.
“Bagaimana kalau kamu ikut mengaji bersama kita? Nanti seusai mengaji akan ada buka puasa bersama” tanya Fatma.
“Kapan?”
“Sesudah Ashar.”
“Aku malu, aku kan miskin tidak seperti kalian.”
Khaira mencoba menjelaskan “Rizki, dimata Allah kita semua itu sama tidak ada yang miskin atau kaya. Karena harta itu kan titipan Allah SWT. Siapa saja boleh ikut belajar.”
“Betul itu Rizki, bacaan aku saja masih terbata tapi aku mau belajar kok hehe”, Imron tak mau kalah.
Fatma juga ikut membujuk Rizki, “Ayok ikut ya Rizki, semakin banyak yang mengaji semkain ramai. Nanti kamu datang saja ke mesjid Al-Ikhlas, nanti kita tunggu disana ya.
“Dan ini aku ada lebih buku tulis kosong dan pensil. Bisa kamu pakai untuk mengaji nanti” Khaira mengeluarkan buku tulis kosong dan pensil dari dalam tasnya.
“Tidak usah”, Rizki berusaha menolak pemberian Khaira
“Ambil saja, kalau tidak nanti aku marah loh.”
“yasudah, terima kasih Khaira”
**
Khaira dan teman-temannya sudah sampai di mesjid. Anak-anak yang lain pun sudah berdatangan. Tetapi mereka merasa ada yang kurang. Mereka menoleh ke kanan dan ke kiri, tampaknya yang mereka cari tidak ada. Mereka pun duduk dengan lemas. Ketika Ustad Sufyan ingin memulai mengaji, terdengar suara salam yang Khaira dan teman-temannya tunggu dari tadi.
“Assalam......mualaikummm”, suara gugup salam terdengar.
“Wa’alaikumsalam” jawab Ustad Sufyan dan mempersilahkan Rizki duduk. Lalu menyilahkan memperkenalkan diri.
“Saya Rizki, Ustad”
“Rizki hari ini puasa tidak?”
Sambil menunduk malu Rizki menjawab, “Tidak Ustad”.
“Yasudah tidak apa-apa, tapi besok harus belajar berpuasa ya.”
Kegiatan mengaji dimulai seperti biasa. Setelah selesai mengaji, sambil menunggu buka puasa bersama, Ustad memberikan sesuatu kepada Rizki.
“Ustad bangga kepada Khaira, Fatma, Nabilah, Zaki dan Imron”. Ustad Sufyan berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Karena sudah mau menyebarkan kebaikan kepada sesama, seperti mengajak Rizki mengaji misalnya.”
“Ustad juga bangga sama kalian yang masih berpuasa sampai hari ini, nah Rizki nanti besok belajar puasa juga ya.”
“Ini ada sedikit tabungan yang dikumpulkan dari teman-teman yang mengaji untuk Rizki”
“Iya Rizki, ini dari kita semua, terima ya” Khaira membantu mejelaskan.
Sebelum memulai mengaji Khaira dan teman-temnnya menceritakan kejadian tadi siang kepada teman-teman yang lain, dan mengusulkan ide untuk membantu Rizki walaupun uang yang dikumpulkan tidak banyak. Dan teman-teman yang lain pun setuju untuk mengumpulkan sedikit uang.
“Apalagi sekarang bulan Ramadhan, membantu sesama banyak pahalanya.” Ustad Sufyan menjelaskan.
“Jadi, bulan puasa tidak hanya menahan lapar dan haus serta emosi, juga kita dianjurkan untuk saling tolong menolong. Jangan sampai saudara kita sesama muslim merasakan kelaparan sehinga tidak bisa ikut berpuasa di bulan Ramdhan.”
“Ustad senang dengan sikap menolong kalian.” Ustad terus menambahkan.
Rizki mengucapkan terima kasih kepada semuanya atas bantuan yang telah diberikan dan kepedulian teman-teman baru yang baru dikenal. Rizki tidak menyangka mereka peduli sama Rizki. Rizki berjanji pada dirinya mulai sekarang akan belajar berpuasa seperti yang lain, dan belajar mengaji pada Ustad Sufyan. Dan Khaira, Fatma, Nabilah, Zaki dan Iimron juga akan lebih peduli terhadap sekitar untuk saling tolong menolong.
“Nah, waktu magrib sudah tiba. Alhamdulillah, ayo kita buka puasa bersama tapi baca doa dulu ya.” Ustad Sufyan mengingatkan.
“Alhamdulillah, iya Ustad”.










Related Posts

Posting Komentar